Kamis, 23 Juni 2022

MENYIBAK MAKNA MUSYAHADAH DAN MUKASYAFAH DALAM ILMU TASAWUF*_

 _*MENYIBAK MAKNA MUSYAHADAH DAN MUKASYAFAH DALAM ILMU TASAWUF*_


Assalamualaikum warahmatullahi wa Baroqatuh.


Saudaraku...sebenarnya antara MUSYAHADAH dan MUKASYAFAH adalah dua Maqom keadaan yang tidak dapat di pisahkan atau dalam artian saling berkaitan. 

Karena bagaimana mungkin seseorang itu dapat ber MUSYAHADAH ( penyaksian ) jika tak terjadi MUKASYAFAH ( tersingkap tabir )


Dan bagaimana mungkin dapat terjadi MUKASYAFAH (tersingkap tabir )  jika tidak adanya MUSYAHADAH ( penyaksian )


1 MUKASYAFAH berasal dari kata kasf/ fakasyafna ( terbuka tirai )yaitu tersingkapnya tirai / penghalang yang telah menghalangi seorang hamba dengan Tuhan NYA. 

Tersingkapnya tabir penghalang antara seorang hamba dengan Tuhannya, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an :


 فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاۤءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيْدٌ

Artinya :

maka Kami singkapkan tutup (yang menutupi) matamu, sehingga penglihatanmu pada hari ini sangat tajam.

(Surat Qaf ayat 22 )


Menurut Istilah Tasawuf disebutkan bahwa kasyf adalah tersingkapnya tabir yang menghalangi hati seorang hamba, karena telah bersinarnya Cahaya Ilahi di dalamnya ketika hati itu telah dibersihkan. Lalu tampaklah di hati pengertian-pengertian menyeluruh sebagai hasil dari ma’rifah Allah (pengenalan kepada Allah)


Kasyf dalam pandangan Imam Al-Ghazali disebut sebagai fana’ fittauhid. 

Dengan demikian, fana‘ dalam pemahaman Imam Al Ghazali adalah kefanaan qalb, yaitu hilangnya kesadaran qalbu tentang dirinya karena tersingkapnya hakikat-realitas, sehingga yang tinggal dalam kesadaran hanya yang Esa.


Imam Al-Ghazali kemudian mengatakan, bahwa hati itu mempunyai dua pintu. Satu pintu terbuka ke arah alam malakut dalam (alam ghaib), yaitu Lauhul Mahfudz dan alam kemalaikatan (alam ruhani).


Adapun pintu yang lain terbuka ke arah panca indra yang berkaitan dengan alam dunia (fisik) yang merupakan cerminan (pantulan) apa yang ada di alam kemalaikatan (Lauhul Mahfudz).


Pintu yang terbuka ke arah alam ghaib dan Lauhul Mahfudz adalah seperti hal yang keajaiban mimpi yang benar secara yakin, sehingga hati bisa menghayati ditengah tidur akan hal-hal yang akan terjadi di kemudian hari atau kejadian-kejadian ujian pada masa lalu tanpa perantaraan tanggapan inderawi.


Dari uraian diatas, bahwa Imam Al-Ghazali mencoba menjelaskan hubungan antara ilmu mukasyafah yang biasa juga disebut dengan Ilmu Laduni dengan ilmu ta’limiyah, yaitu laksana hubungan naskah asli dengan duplikatnya.


Imam Al Ghazali mengklasifikasikan pengetahuan pada tiga tingkatan sesuai dengan dasar pengetahuan dan metode yang digunakan.


Pengetahuan awam diperoleh melalui jalan meniru atau taqlid. Sedangkan pengetahuan para mutakallimin diperoleh melalui pembuktian rasional. Kualitas peringkat pertama dan kedua ini hampir sama, sedangkan peringkat ketiga adalah yang tertinggi kualitasnya, yaitu pengetahuan para sufi yang diperoleh melalui metode penyaksian langsung dengan radar pendeteksi qalb yang bening.


Dalam perkembangan ilmu Tasawuf, para sufi membagi kasyf pada dua tingkatan, yakni kasyf aqly dan kasyf bashary.


Kasyf ‘Aqly

Kasyf aqly adalah penyingkapan melalui akal. Ini merupakan tingkatan pengetahuan intuitif paling rendah. Allah tidak bisa diketahui dan dicintai melalui akal, karena akal membelenggu dan menghalangi manusia dalam tahap tahap akhir taraqqi-nya.( Pendakiannya )


Kasyf Bashary

Adapun Kasyf Bashary adalah penyingkapan visual yang terjadi melalui penciptaan yang langsung dilakukan Allah.

Dan dalam suatu peristiwa, tempat, tindakan, atau ucapan bagi seorang sufi bisa menjadi tempat bagi peningkatan visual ini.


Allah adalah Yang Maha Mutlak. Dia adalah Keindahan dan Keagungan. 

Melalui makhluk-Nya, Allah bisa mengungkapkan diri-Nya pada hamba-Nya lewat salah satu Nama Keindahan-Nya yang akan menimbulkan kemanisan dan kesenangan atau lewat salah satu Nama Keagungan-Nya yang akan melahirkan ketakziman dan ketakutan.


Begitulah kasyf, kondisi dimana hati seseorang bersih-bening, sehingga dengannya bisa melihat dan menyaksikan apa yang selama ini terhijab oleh dosa dan materi keduniaan. 


2 MUSYAHADAH,

MUSYAHADAH adalah penyaksian atas ketersingkapan hijab yang nyata, yang tidak lagi butuh bukti dan penjelasan, serta tak ada lagi imajinasi maupun keraguan sedikitpun. Dikatakan, "Syuhud itu dari penyaksian yang disaksikan dan tersingkapnya Wujud."


Di dalam Al Qur'anul Karim disebutkan tentang MUSYAHADAH/penyaksian seperti Ayat di bawah ini :

Surat Al-Baqarah Ayat 115


وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya :

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui

( Surat Al-Baqarah Ayat 115 )


Juga Allah berfirman didalam Al Quran Surat Al-An’am Ayat 79


 إِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ 

Artinya :

Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.

(QS Surat Al-An’am Ayat 79 )


Syekh Ibnu Athaillah menggambarkan secara bijak dalam definisi musyahadah yaitu :

"Alam semesta ini gelap, dan sebenarnya menjadi terang karena dicahayai Allah di dalamnya. Karena itu siapa yang melihat semesta, namun tidak menyaksikan Allah di dalamnya, atau di sisinya, atau sebelum dan sesudahnya, benar-benar ia telah dikaburkan dari wujud Cahaya, dan tertutup dari matahari ma'rifat oleh mendung-mendung duniawi semesta."


Musyahadah yaitu dapat diartikan dengan  Menyaksikan Allah.

Sebenarnya dalam mukasyafah, yaitu tiada yang menghalangi diri hamba dengan Allah itu , Namun yang menghalangi adalah prasangka hamba itu sendiri karena dia berprasangka adanya sesuatu selain Allah.

 Allah sesungguhnya tidak bisa dihijabi oleh apa pun. Karena jika ada hijab yang bisa menutupi Allah, berarti hijab itu lebih besar dan lebih hebat dibanding Allah.


Dalam hal ini syekh Ibnu Atoillah menyatakan :


Bagaimana Allah dapat di hijab oleh sesuatu ,

Sedangkan Allah itu lebih nyata dari segala sesuatu.


Bagaimana Allah itu dapat di hijab oleh sesuatu , sedangkan Allah yang menjadikan segala sesuatu.


Dan Bagaimana Allah dapat di hijab oleh sesuatu , sedangkan jika tidak ada Allah , maka tidak ada sesuatu.


Hal ini menunjukkan bahwa sebuah kedekatan atau taqarrub sampai-sampai seakan-akan melihatNya, adalah akibat dari kesadaran kuat bahwa "Dialah yang melihat kita." Kesadaran jiwa bahwa Allah SWT melihat kita terus menerus, menimbulkanpantulan pada diri kita, yang membukakan matahati kita dan sirr kita untuk memandangNya.


Allah berfirman didalam Al Qur'an 


 إِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ 

Artinya :

Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. gak

(QS Surat Al-An’am Ayat 79 )


Kesadaran MUSYAHADAH ( menyaksikan ) dan Memandang Allah, akan mengekspresikan sebuah pengalaman demi pengalaman yang berbeda-beda antar para Sufi, sesuai dengan tingkat Maqom ruhaniyah (kondisi ruhani) masing-masing.

 Ada yang menyadari dalam pandangan tingkat Asma Allah, ada pula yang  sampai ke Sifat Allah, bahkan ada yang sampai ke Dzat Allah. Lalu kemudian turun kembali melihat Sifat-sifatNya, kemudian Asma'-asmaNya, lalu melihat alam semesta dan  makhlukNya.


Untuk menyikapi dalam hal MUSYAHADAH DAN MUKASYAFAH ini sepertinya kita perlu mengoreksi diri kita sendiri lewat perkataan Abu Yazid al-Busthomy, yaitu 

"Apa pun yang engkau bayangkan tentang Allah, Dia bertempat, berwarna, berpenjuru,  bergerak, diam, itu semua pasti bukan Allah. Karena sifat-sifat tersebut adalah sifat makhluk." 


Kontemplasi ( pengosongan diri ) tanpa bimbingan ruhani seorang Mursyid yang Kamil Mukammil hanya akan menggapai jalan yang buntu saja meskipun dalam praktek Muroqobah, Musyahadah maupun Ma'rifah.

Jadi agar tidak menjadi ke sia sia an maka sebaiknya untuk mencapai MUSYAHADAH maka haruslah dalam bimbingan seorang Mursyid yang Kamil lagi mukamil.


Bagi mereka yang dicahayai oleh Allah maka 

"Telah terpancar cahayanya dan jelaslah kegembiraanya, lalu ia pejamkan matanya dari dunia dan berpaling darinya, sama sekali dunia bukan tempat tinggal dan bukan tempat ketentraman. Namun ia jiwanya bangkit di dalam dunia itu, semata menuju Allah Ta'ala, berjalan di dalamnya sembari memohon pertolongan dari Allah untuk datang kepada Allah.


Hamparan tekadnya tak pernah terhenti, dan selamanya berjalan, sampai lunglai di hadapan Hadratul Quds dan hamparan kemeseraan denganNya, sebagai tempat Mufatahah, Muwajahah, Mujalasah, Muhadatsah, Musyahadah, dan Muthala'ah."


Ibnu Athaillah menyebutkan enam hal dalam soal hubungan hamba dengan Allah di hadapan Allah, yang harus dimaknai dengan rasa terdalam, untuk memahami dan membedakan satu dengan yang lain. 


MUFATAHAH : artinya, permulaan hamba menghadapNya di hamparan remuk redam dirinya dan munajat, lalu Allah membukakan tirai hakikat Asma, Sifat dan keagungan DzatNya, agar hamba luruh di sana dan lupa dari segala yang ada bersamaNya.


MUWAJAHAH : artinya saling berhadapan, adalah sikap menghadapnya hamba pada Tuhannya tanpa sedikit dan sejenak pun berpaling dariNya, tanpa alpa dari mengingatNya. Allah menemui dengan CahayaNya dan hamba menghadapnya dengan Sirrnya, hingga sama sekali tidak ada peluang untuk

melihat selainNya, dan tidak menyaksikan kecuali hanya Dia.


MUJALASAH : artinya menetap dalam majlisNya dengan tetap teguh terus berdzikir tanpa alpa, patuh tunduk tanpa lalai, beradab penuh tanpa tergoda, dan hamba memuliakanNya seperti penghormatan cinta dan kemesraan agung, lalu disanalah Allah swt berfirman dalam hadits Qudsi, "Akulah berada dalam majlis yang berdzikir padaKu."


MUHADASAH : Artinya dialog, yaitu menempatkan sirr (rahasia bathin) dengan mengingatNya dan menghadapNya dengan hal-hal yang ditampakkan Allah pada sirr itu, hingga cahayaNya meluas dan rahasia-rahasiaNya bertumpuan. Inilah yangdisabdakan Nabi saw, "Pada ummat-ummat terdahulu ada kalangan disebut sebagai kalangan yang berdialog dengan Allah, dan pada ummatku pun ada, maka Umar diantaranya."


MUSYAHADAH, adalah ketersingkapan yang nyata, yang tidak lagi butuh bukti dan penjelasan, tak ada imajinasi maupun keraguan. Dikatakan, "Syuhud itu dari penyaksian yang disaksikan dan tersingkapnya Wujud."


MUTHALA'AH, : Adalah keselarasan dengan Tauhid dalam setiap kepatuhan, keta'atan dan bathin, semuanya kembali pada hakikat tanpa adanya kontemplasi atau analisa, dan setiap yang tampak senantiasa muncul rahasiaNya karena keparipurnaanNya.


Demikianlah keterangan tentang keadaan maqom MUSYAHADAH DAN MUKASYAFAH semoga dapat menjadi perbendaharaan ilmu dan pemahaman bagi kita semua.


Wallahu alam bissowab.

Ruhani

 ياسيدي يارسول الله ....

ياسيدي ياايّهاالغوث ...


"PENGALAMAN ROHANI"


"KANJENG ROMO YAHI RA BERADA DIANTARA KOBARAN API" ( Sumiyati )


Sejak dulu, kisah-kisah tentang karomah para wali sdh masyhur terdengar, sampai saat ini pun, kisah-kisah semacam itu jg masih tetap ada.karena wali Alloh akan tetap selalu sepanjang masa, yg dipimpin oleh Shultonul Auliya' atau disebut jg Al-Ghouts.pengamal wahidiyah yg tlh bnyk membuktikannya, diantara salah satunya sbg mana yg telah dialami oleh Bpk.Abdullah betan ini.


Abdullah Betan adlah seorang pengamal Wahidiyah dri Kab.Kotabaru, KALSEL.Pria asal Nusa tenggara Timur ini mengenal sholawat wahidiyah sejak thn 2010,menjelang mujahadah kubro Rojab dari Bpk Muhaimin,ketua PW kab.kotabaru.


sebuah peristiwa yg luar biasa ia alami pd 8 maret 2014 lalu.kala itu sbg mana biasanya, setiap sore ia dn istrinya pergi berbelanja untuk memenuhi keperluan warung makannya.Mereka berbelanja dipasar Geronggang yg terletak di Kec.Kelumpang Tengah, Kab.Kotabaru, Kalsel.pasar ini berjarak kurang lebih 3 km dri rumahnya yg berada didesa sungai karuh dikecamatan yg sama.ketika sdg berbelanja, tiba2 HP-nya berdering, trnyata panggilan itu dri tetangganya, yg mmbawa berita mengejutkan.


"PAK....CEPET PULANG MESS DISAMPING RUMAH TERBAKAR, BAPAK HARUS CEPAT PULANG!!!.."


Demikian suara panik terdengar dri HP.tentu saja pak Abdullah sgt terkejut mndengar kabar trsbut.sesampainya dirumah, ia melihat kobaran api yg sgt besar, yg tlh menelan bnyk rumah.perlu diketahui, rata2 rumah di kalsel trbuat dri material kayu.demikian pula rumah pak Abdullah betan.ditambah lagi dgn letak rumah yg saling berhimpitan satu sama lain, tak heran api dgn begitu mudah menjalar.


tak ada yg bisa dilakukannya saat itu, spontan yg ia ingat adalah Kanjeng Romo Yahi RA.(Pengasuh perjuangan Wahidiyah).ia pun hanya bisa memanggil-manggil Beliau sambil menangis dan menjerit.


"KANJENG ROMO.....KANJENG ROMO....KANJENG ROMO...YAA SAYYIDII...YAA ROSULALLOOH..."


Demikian diulang-ulanginya berkali-kali.begitu kerasnya panggilan dan nida' tersebut, tetangga yg berdiri disampingnya pun bertanya:


"PAK SAMPEAN ITU MEMANGGIL MANGGIL SIAPA,DAN MEMBACA MANTRA APA?..."


"AKU MEMANGGIL GURUKU DAN ROSULULLOH SAW, UNTUK MOHON PERTOLONGAN, "

(Jawab Pak Abdullah dgn terisak-isak krn masih dlm kondisi menangis).


Tiba-tiba ditengah-tengah kepanikan dan kegaduhan warga yg berusaha menyelamatkan harta bendanya, sebagian warga menyaksikan diatas atap rumah Pak Abdullah betan ada seorang yg berjubah hitam berdiri sambil melambai lambaikan tangannya untuk memadamkan api.lambaian tangan trsbut membuat api bergerak tegak keatas, tdk lagi bergerak kekanan atau kekiri, dan kobarannya pun berhenti.


Yang membuat warga heran, setelah api padam, ternyata rumah pak Abdullah betan tak tersentuh oleh api.kabar tdk terbakarnya rumah pak Abdullah ini membuat beberapa warga ingin membuktikan dgn langsung mendatangi rumahnya.salah seorang dri mereka yg bernama Andi bertanya:


"PAK, SIAPA YG BERDIRI DIATAS RUMAH SAMPEAN TADI, YG MENGHENTIKAN KOBARAN API?".


Sebelum pak abdullah betan mnjwab, warga yg bertanya takjub melihat foto yg terpampang dikalender Yayasan Perjuangan Wahidiyah yg terpasang diwarung makan.


"PAK INI GAMBAR ORANG YANG BERDIRI DIATAS RUMAH SAMPEYAN DAN YG MEMADAMKAN API".


Pengalaman Rohani pak abdullah betan membuktikan:


"BAHWA DIMANAPUN BERADA, GHOUTSU HADZA ZAMAN RA AKAN SELALU MENOLONG MURID-MURIDNYA, BAHKAN AKAN MENOLONG DAN MENDOAKAN MESKI TANPA DIMINTA."


(Aham edisi 121).


ياسيدي يارسول الله ...

ياسيدي ياايّهاالغوث ...

علّمني ...وربّني ...

Keutamaan Ilmu Dan Ulama Serta Keutamaan Proses Belajar Dan Mengajar

 Keutamaan Ilmu Dan Ulama Serta Keutamaan Proses Belajar Dan Mengajar


Allah berfirman:


يرفع الله الذين أمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات


“ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara engkau dan orang –orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat “ (Q.S. Al-Mujadalah : 11).


Artinya Allah akan mengangkat derajat para ‘ulama (orang yang ahli dalam bidang keilmuan), sebab mereka sanggup memadukanantara ilmu pengetahuan dan pengamalannya


Ibnu Abbas telah berkata ra.: “Derajat ulama’ itu jauh diatas orang mukmin dengan selisih tujuh ratus derajat, sedangkan jarak antara dua derajat kira-kira perjalanan lima ratus tahun”.


Allah berfirman:


شهد الله أنه لا إله إلا هو و الملائكة وأولو العلم …الاية


Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah memulai firmannya dengan menyebutDzatnya sendiri, kedua kalinya menyebut malaikat dan ketiga kalinya menyebutorang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.


Cukuplah bagimu berpegang teguh pada ketiga hal ini untuk memperoleh untuk memperoleh kemulyaan, keutamaan dan keagungan.


Allah berfirman:


إنما يخشى الله من عباده العلماء


“ sesungguhnya dari hamba-hamba Allah yang takut kepada Allah adalah para ‘ulama”.(Q. S. Al-Fathir : 28)


Dan Allah juga berfirman:


- إن الذبن أمنوا وعملوا الصالحات أولئك هم خير البرية


- جزاؤهم عند ربهم جنات عدن تجري من تحتهاالانهار خالدين فيها أبدا رضي الله عنهم ورضوا عنه ذالك لمن خشي ربه


“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluq“.


“Balasan mereka disisi Tuhan mereka adalah surga and yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhanya” ( Q.S. Al Bayyinah:7-8 ).


Dua ayat diatas menetapkan bahwa para ulama’ adalah orang-orang merasa takut kepada Allah.Orang yang merasa takut kepada Allah adalah termasuk sebaik-baik makhluq. Dengan demikian dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa mereka adalah sebaik-baik makhluq.


Rasulullah bersabda:


من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين


“Barang siapa yang dikehendaki baik oileh Allah , maka allahakan memberikan kefahaman terhadap ilmu fiqh” .


Rasulullah juga bersabda:


ألعلماء ورثة الأنبياء , وحسبك بهذه الدرجات مجدا وفخرا وبهذه الرتبة شرفا وذكرا, وإذا كان لا رتبة فوق النبوة فلا شرف فوق شرف الوراثة لتلك الرتبة


”‘Ulama’ adalah pewaris para Nabi, cukuplah bagimu dengan derajat ini untuk memperoleh sebuah keagunaan dan kebanggaan diri.Dan (cukuplah bagimu) dengan tingkatan ini untuk memperoleh kemuliaan dan panggilan yang agung. Ketika sudah tidak ada lagi tingkatan di atas tingkat kenabian, maka tidak ada satupun kemuliaan yang melebihi kemuliaan warisantingkatan tersebu”t.


Ujung dari sebuah ilmu adalah pengamalan, karena pengamalanitu adalah buah dari ilmu itu sendiri, fungsi dari pada umur dan bekal untuk akherat nanti.


Barang siapa yang memperoleh ilmu, maka ia akan bahagia.Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka ia termasuk golongan orang–orang yang merugi.


Suatu ketika di samping Rasulullah disebutkan ada dua orang laki-laki, yang pertama adalah orang yang ahli ibadah dan yang kedua adalah orang yang ahli ilmu. Kemudian Rasulullah berkata: “Keutamaan orang yang berilmu dibandingkan dengan orang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaanku melebihi kalian semua”.


Rasulullah SAW bersabda :


طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة,و طالب العلم يستغفر له كل شيء حتى الحوت في البحر


“Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam laki-laki danperempuan.Orang yang mencari ilmu itu akan dimintakan ampun oleh setiap sesuatu yang ada dimuka bumi ini sampai ikan-ikan yang berada di lautan”.


Rasulullah SAW bersabda:


من غدا لطلب العلم صلت عليه الملائكة وبورك له في معيشته


“Barang siapa berangkat pergi di pagi hari dengan tujuan mencari ilmu, maka para malaikat akan mendo’akannya dan diberkahi kehidupannya“.


Rasulullah SAW bersabda:


من غدا إلى المسجد لا يريد إلا أن يتعلم خيرا أو يعلمه كان له كاجر حج تام


“Barang siapa yang berangkat pergi di pagi hari untuk kemasjid, sementara dia tidak menghendaki sesuatu kecuali untuk mempelajari kebaikan atau untuk mengajarkan kebaikan, maka berhak memperoleh pahala seperti pahalanya orang yang melakukan ibadah haji secara sempurna”.


Rasulullah SAW bersabda:


ألعالم وا لمتعلم كهذه من هذه وجمع بين المسبحة والتي تليها شريكان في الاجر ولا خير في سائر الناس بعد


“Orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan orang yang mempelajarinya seperti ini dari ini.Nabi mengumpulkan antara dua jari telunjuk, jari yang berdampingan merupakan dua jari yang saling bersekutu dalam hal kebaikan, dan tidak ada satupun kebaikan di kalangan seluruh manusia setelah proses belajar dan mengajar.


Rasulullah S.A.W bersabda :


أغدعالما أومتعلما أو مستمعا أو محبا لذلك ولا تكن الخامس فتهلك


“Jadilah engkaupengajar atau pelajar atau pendengar atau pecinta terhadap ilmu pengetahuan.Dan janganlah engkaujadi orang kelima, karena hal itulah engkau akan binasa.


Rasulullah SAW bersabda :


تعلمواالعلم وعلموه الناس


“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan amalkanlah ilmu itu kepada manusia lainnya”.


Rasulullah SAW bersabda:


إذا رأيتم رياض الجنة فارتعوا فقيل يا رسول الله وما رياض الجنة, حلق الذكر


“Apabila kalian semua melihat taman-taman surga, maka tempatilah!.Kemudian dikatakan, “WahaiRasulullah? apa yang dimaksud dengan taman surga itu?”.Beliau menjawab: “Taman surga itu adalah taman yang digunakan untuk diskusi atau pertukaran ilmu”.


Imam Atha’ berkata: “Yang dimaksud taman surga itu adalah majlis-majlis yang digunakan untuk membahas masalah halal dan haram; bagaimana cara engkau melakukan jual beli, bagaimana cara engkau melakukan shalat, bagaimana cara engkau mengeluarkan zakat, bagaimana cara engkau melakukan ibadah haji yang sempurna, bagaimana cara engkau melakukan pernikahan, bagaimana cara engkau mencerai isteri dan lain sebagainya”.


Rasulullah SAW bersabda:


تعلموا العلم واعلمول به


“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan amalkanlah ilmu itu”.


Rasulullah SAW bersabda:


تعلموا العلم وكونوا من أهله


“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan jadilah kalian sebagai ahlinya “.


Rasulullah SAW bersabda:


يوزن يوم القيامة مداد العلماء ودم الشهداء


“Pada hari kiamat nanti akan ditimbang tinta-tinta (karya-karya) para ulama’ dan darah orang yang mati syahid”


Rasulullah SAW bersabda:


ما عبد الله بشيء أفضل من فقه في الدين , ولفقيه واحد أشد على الشيطان من ألف عابد


“Allah tidak akan disembah dengan sesuatu yang lebih utama dari pada faham dalam ilmu fiqih (agama), karena sesungguhnya satu orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh itu lebih berat bagi setan dari pada seribu orang yang ahli ibadah (tanpa ilmu fiqh)“.


Rasulullah SAW bersabda:


يشفع يوم القيامة ثلاثة الأنبياء ثم العلماء ثم لشهداء


“Ada tiga orang yang berhak memberikan syafa’at kepada orang lain nanti pada hari kiamat, yaitu: para nabi, para ulama dan para syuhada”.


Dan diriwayatkan, bahwa para ulama’ nanti pada hari kiamat berdiri diatas mimbar yang terbuat dari cahaya (nur)”.


Imam Al Qadli Husain mencuplik (sebuah hadits) dalam permulaan catatan kakinya, sesungguhnya Rasulullah telah bersabda: “Barang siapa yang mencintai ilmu dan para ulama’, maka semua kesalahanya tidak akan ditulis selama hidupnya”.


Ia juga mengatakan, telah diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda:


من صلى خلف عالم فكأنما صلى خلف نبي, فمن صلى خلف نبي فقد غفر له


“Barang siapa yang melakukan shalat dibelakang orang alim, maka seakan-akan ia melakukan shalat dibelakang Nabi.Dan barang siapa yang melakukan shalat dibelakang Nabi, maka dosa-dosanya diampuni oleh Allah”.


Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Dzar ra, disebutkan bahwa menghadiri tempat-tempat yang digunakan untuk diskusi ilmiah itu lebih utama dari pada melakukan shalat seribu rakaat (tanpa ilmu), menyaksikan seribu jenazah dan menjenguk seribu orang sakit.


Umar Ibn Al Khattab ra. telah berkata: “Bahwa seorang laki-laki tentunya akan keluar dari rumahnya,sementara dia mempunyai banyak dosa yang menyamai besarnya gunung Tihamah.Ketika ia mendengar orang alim, maka iamerasa takut dan ia kemudian bertaubat dari perbuatan dosanya, kemudian ia kembali kerumahnya dalam keadaan besih dari dosa, oleh karena itu janganlah kalian berpisah dari tempat–tempat para ulama’, karena sesungguhnya Allah menciptakan sejengkal tanahpun di muka bumi ini yang lebih mulia dibandingkan dengan tempat yang digunakan diskusi para alim ulama.


Imam Al Syarmasahy Al Maliki mencuplik sebuah hadits dalam pengantar kitabnya “Nazdm Al Dlurar”:”Diriwayatkan dari nabi SAW, beliau bersabda: “Barang siapa yang mengagungkan orang alim, maka sesungguhnya ia telah mengagungkan Allah SWT, dan barang siapa yang telah meremehkan orang alim, maka berarti ia telah meremehkan Allah dan RasulNya.


Sahabat Ali Karramhullah wajhah telah berkata: “Cukuplah dengan ilmu kemulyaan dapat diperoleh, walaupun yang mengakui seseorang yang tidak pernah melaksanaknnya. Dan cukuplah dengan kebodohan kehinaan itu diperoleh, walaupun seseorang berusaha membebaskan diri dari kebodohan itu”. Kemudian beliau menyanyikan sebuah lagu:


Cukuplah kemuliaan diperoleh dengan ilmuwalaupun yang mengakui (hanyalah) orang bodoh#


Dan ia akan gembira jika suatu saat di nisbatkan paada ilmu.


Dan cukuplah kehinaan diperoleh dengan kebodohan, tetapi aku #


Dijaga bila aku dinisbatkan kepadanya. Dan aku akan marah


Ibnu Al Zubair pernah berkata: “Bahwasanya Abu Bakar pernah mengirimkan surat kepadaku, ketika itu aku sedang berada di Iraq. Isi dari surat tersebut adalah sebagai berikut: “Wahai anakku bergegang teguhlah pada ilmu pengetahuan, karena ketika engkau menjadi orang miskin maka ilmu itu akan menjadi harta, dan ketika engkau menjadi orang kaya, maka ilmu itu akan menjadi perhiasan”.


Wahb bin Munabbah berkata: “Sesuatu yang diperoleh dari ilmu itu bermacam-macam;


1. Kemuliaan, walaupun orang yang memilikinya itu orang yang rendahan.


2. Keluhuran derajat, walaupun ia diremehkan.


3. Dekat (di hati ummat), walaupun ia berada di daerah jauh.


4. Kekayaan, walaupun ia miskin harta.


5. Kewibawaan, walaupun ia orang yang rendah diri.


Kemudian ia menyanyikan sebuah lagu dalam memaknainya:


Ilmu itu akan mengantarkan suatu kaum pada puncak kemulyaan #


Orang yang mempunyai lmu itu akan terjaga dari kerusakan.


Hai orang yang mempunyai ilmu bersahajalah!, janganlan engkau mengotorinya #


Dengan perbuatan-perbuatan yang merusak,karena tidak ada pengganti terhadap sebuah ilmu.


Ilmu itu mengangkat sebuah rumahyang tak bertiang #


Bodoh itu merobohkan sebuah rumah keluhuran dan kemulyaan.


Abu Muslim Al Khaulani ra. berkata: “Para ulama’ dibumi itu seperti bintang-gemintang yang bergelantungan di atas langit.Jika bintang-gemintang itu tampak bagi manusia, maka mereka mendapatkan petunjuk karenanya.Tetapi jika bintang-gemintang itu tampak suram, maka mereka kebingungan karenanya.


Kemudian ia menyaikan sebuah syair lagu dalam memaknainya:


Tempuhlah ilmu di manapun ilmu itu berada #


Dari ilmu, bukalah setiap orang yang mempunyai pemahaman terhadap ilmu


Ilmu berguna untuk menerangi hati dari kebutaan #


Dan menolong agama, di mana perintah menolong adalah kewajiban.


Pergaulilah para periwayat ilmu, dan temanilah para pilihan mereka #


Maka, persahabatan dengan mereka adalah sebuah hiasan, dan bercampur dengan mereka adalah sebuah keberuntungan.


Janganlah engkau palingkan kedua pandanganmu dari mereka, sesungguhnya mereka #


Ibarat bintang-gemintang yang menjadi petunjuk, bila satu bintang hilang, maka muncul bintang yang lain.


Demi Allah, seandainya ilmu tidak ada, niscaya hidayah tak akan tampak #


Dan tak tampak pula tanda-tanda perkara yang ghaib


Ka’ab Al Akhbar berkata: “Seandainya pahala tempat diskusi tampak pada manusia, niscaya mereka akan saling membunuh berebut pahala, sehingga para pemimpin meninggalkan pemerintahannya dan para Bos pasar akan meninggalkan pasarnya.


Sebagian ulama’ salaf berkata: “Sebaik-baik pemberian adalah akal, sedangkan sejelek-jelek musibah adalah kebodohan.


Sebagian ulama’ salaf yang lain juga berkata: “Ilmu itu sebagai pengaman dari tipu daya setan,juga sebagai benteng dari tipu daya orang yang dengki dan sebagai petunjuk akal”.


Kemudian ia menyanyikan sebuah syair lagu tentang maknanya:


Alangkah bagusnya akal dan alangkah terpujinya orang yang berakal#


Alangkah jeleknya kebodohan dan alangkah tercelanya orang bodoh.


Tak ada ucapan seseorang yang pantas dalam suatu perdebatan #


Kebodohan itulah yang akan merusaknya pada hari nanti ketika ia ditanya.


Ilmu adalah sesuatu yang paling mulia yang diperoleh seseorang #


Orang yang tidak berilmu , maka ia bukanlah laki-laki.


Wahai saudara kecilku ! Pelajarilah ilmu dan amalkanlah #


Ilmu itu merupakan sebuah perhiasan bagi orang yang benar-benartelah mengamalkannya.


Diriwayatkan dari Muadz Bin Jabal ra. ia berkata: “Pelajarilah ilmu pengetahuan, karenamempelajarinya adalah suatu kebajikan, mencarinya adalah suatu ibadah, mendiskusikannya adalah tasbih, membahasnya adalah jihad, menyerahkannya adalah upaya pendekatan diri kepada Allah SWT dan mengajarkannya kepada orang yang tidak berilmu adalah shadaqah.


Fuzdail bin ‘Iyadl ra. telah berkata: “Orang yang alim yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain, maka ia akan diundang dikerajaan langit sebagai orang besar”.


Sufyan bin ‘Uyainah telah berkata: “Kedudukan manusia yang paling tinggi disisi Allah adalah orang yang berada di antara Allah dan di antara hamba-hambaNya.Mereka itulah para nabi dan para ulama’”.


Ia juga mengakatan: “Di dunia ini seseorang tidak akan diberi sesuatu yang lebih utama dari pada derajat kenabian dan tidak ada sesuatupun setelah derajat kenabian yang lebih utama dari pada ilmu pengetahuan dan ilmu fiqh”. Kemudian ia ditanya:”Dari siapa perkataan ini?”.Ia menjawab:”Dari seluruhpara ahli fiqh”.


Imam Al Syafi’i ra. telah berkata: “Seandainya para ahli fiqh yang selalu mengamalkan ilmunyabukan sebagai kekasih Allah, niscaya Allah tidak akan mempunyai seorang wali”.


Ibnu al Mubarak ra. berkata:”Seseorang itu masih dianggappandai selama iamencari ilmu.Apabila ada seseorang menganggap bahwa dirinya pandai, maka ia benar-benar telah bodoh”.


Imam Waqi’ berkata: “Seorang laki-laki tidak akan dikatakan orang alim, sehingga ia mau mendengarkan orang yang lebih tua, mau mendengar orang yang sebanding dengannya, dan mau mendengar orang yang lebih muda darinya.


Sufyan Al Tsauri berkata : “Keajaiban-keajaiban itu merata ada dimana-mana.Pada akhir zaman seperti sekarang ini lebih merata lagi, bencana yang menimpa manusia banyak.Sedangkan musibah masalah keagamaan sekarang ini lebih banyak lagi. Bencana-bencana itu merupakan peristiwa yang besar, namun kematian para ‘ulama merupakan peristiwa yang lebih besar. Sesungguhnya hidup orang alim itu adalah rahmat bagi umat, sedangkan kematiannya agama Islam menyebabkan suatu cacat”.


Dalamkitab Shahih Al Bukhari dan Al Muslim ad sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibn Amr Ibn al ‘Ash ra. ia berkata: “Aku mendengar dari Rasulullah, beliau besabda: “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan cara mencabut ilmu tersebut dari manusia, akan tetapi Allah mencabut ilmu dari muka bumiini dengan cara mencabut nyawa orang-orang yang para ulama’, sehingga jika seorang alim sudah tak tersisa, masyarakat mengangkat para pemimpin yang bodoh. Maka ditanyalah pemimpin-pemimpin itu(tentang masalah keagamaan), kemudian mereka memberikan fatwa tanpa berlandaskan ilmu pengetahuan, sehingga mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain”.


FASHAL


Semua hal yang telah disebutkan diatas; yakni keutamaan ilmu dan orang yang memiliki ilmu, hanyalah hak ulama yang mengamalkan ilmunya, berkepribadian baik dan bertakwa yang bertujuan untuk memperoleh keridhaan Allah SWT, dekat dihadapanNyadenganmendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan.Bukanlah orangyang ilmunya dimaksudan untuk tujuan-tujuan duniawi, yakni jabatan, harta benda atau berlomba-lomba memperbanyak pengikut.


Telah diriwayatkan dari Nabi SAW: “Barang siapa mencari ilmu untuk menjatuhkan para ulama’, atau berdebat dengan para ahli fiqh atau bertujuan untuk memalingkan pandangan manusia, maka Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka” (H.R. Al Turmudzi ).


Dan diriwayatkan dari Nabi SAW: “Barang siapa mempelajari ilmu yang seharusnya dicari hanya karena Dzat Allah, tetapi bia tidak mempelajarinya kecuali untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi, maka ia tidak akan mendapatkanaroma surgawi”.


Juga diriwayatkan beliau: “Barang siapa yang mecari ilmu karena selain Allah atau menghendaki Dzat Allah maka, tempatilah tempat duduknya dari api neraka.


Juga diriwayatkan beliau; “Pada hari kiamatnanti akan didatangkan seorang alim, kemudian ia dilemparkan kedalam api neraka sehingga ususnya terburai keluar dari perutnya, kemudian ia berputar-putar didalam neraka laksana keledeiyang berputar sambil membawa alat penggiling. Kemudian penduduk ahli neraka mengerumuninya sambil bertanya: “Apa yang menyebabkanmu seperti ini?.Ia menjawab: “Aku memerintahkan orang lain agar melakukan kebaikan, tetapiakusendiri tidak melakukannya dan aku melarang orang lain agar tidak melakukan perbuatan yang buruk, sementaraaku sendiri melakukannya”.


Diriwayatkan dari Bisyr ra.: “Allah memberikan wahyu kepada Nabi Dawud as.:”Janganlah engkau jadikan antara aku dan engkauada seorang yang alim yang terfitnah, sehingga sifat takkaburnya (sombong) menjauhkan dirimu untuk mencintai aku. Mereka itu adalah orang yang pekerjaanya menghadang hamba-hambaku ditengah jalan”.


Sufyan Al Tsauri ra. berkata: “Ilmu itu dipelajari hanyalah untuk bertaqwa.Kelebihan ilmu atas ilmu yang lain hanya karena ilmu digunakan bertaqwa kepadaAllah SWT. Jika tujuan ini menjadi cacat dan niat orang yang mencari ilmu menjadi rusak, dengan pengertian bahwa ilmu itu digunakanuntuk mencapai perolehanhal-hal duniawi; berupa harta atau jabatan, maka pahala orang yang mencari ilmu itu benar-benar telah terhapus dan ia benar-benar telah dengan kerugian yang amat sangat.


Al Fudlail bin ‘Iyadl telah berkata:”Para ulama’ yang fasiqdan orang–orang yang hafal Al-Qur’an telah mendatangi aku dan nanti pada hari kiamat mereka akan disiksa terlebih dahulu sebelum disiksanya orang yang menyembah berhala”.


Al Hasan al Basri telah berkata: ”Siksaan ilmu pengetahuan adalah hati yang mati, kemudian ia ditanya: “Apa yang dimaksud dengan hati yang mati?.Ia menjawab: “Matinya hati adalah mencari harta dunia dengan menggunakan perbuatan-perbuatan akhirat”.

Senin, 23 Agustus 2021

Dasar hukum NIDA

YAA  SAYYIDII  YAA  ROSUULALLOH  !

DASAR MEMANGGIL NAMA NABI MUHAMMAD SAW DENGAN PANGGILAN ATAU SEBUTAN PENGHORMATAN "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH - 
يَا سَــيِّدِي يَارَسُولَ اللهِ". 

Sungguh tidak punya adab/sopan santun jika kita memanggil nama Rasulallah  SAW langsung menyebut namanya LANGSUNG TANPA "GELARNYA".

Panggilan atau Sebutan Sayyidina atau Yaa  Sayyidii, Yaa Rosulalloh, Yaa Nabiyallah, Yaa Habiiballoh, Yaa Syafi'al Kholqi, Yaa Rohmatan Lil'alamiin dan sebutan lain dalam  penyebutan nama Nabi Muhammad SAW. adalah bentuk penghormatan atau ta'dziman (mengagungkan) atau ta'adduban /tawadh-dhu' (beradab/beretika/sopan santun/tata krama/andap ashor). 

Penghormatan, ta'dziiman, tawadh-dhu' dan beradab dalam pemanggilan atau penyebutan tsb diperintahkan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an Surat An Nur Ayat 63 :

لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ 

Artinya : 
"Janganlah kamu jadikan panggilan atau sebutan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih" 
(Q.S. An Nur Ayat 63).

Abu Al-Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al-Qursyiy Al-Damsyiqiy dalam kitab Tafsir Al-Quranil ‘Adlim, atau yang lebih dikenal adalah Tafsir Ibnu Katsir :
 
قال الضحاك، عن ابن عباس: كانوا يقولون: يا محمد، يا أبا القاسم، فنهاهم الله عز وجل، عن ذلك، إعظامًا لنبيه، صلوات الله وسلامه عليه، قال: فقالوا: يا رسولَ الله، يا نبيَ الله. وهكذا قال مجاهد، وسعيد بن جُبَير.
وقال قتادة: أمر الله أن يهاب نبيه صلى الله عليه وسلم، وأن يُبَجَّل وأن يعظَّم وأن يسود.

Dalam tafsir Ibnu Katsir tersebut, Muqotil bin Hayyan mengatakan tentang tafsir ayat ini: “Janganlah engkau memanggil atau menyebut nama Nabi Muhammad SAW  dengan ucapan: ‘Yaa Muhammad’, Yaa Abal Qosim (wahai bapaknya Qosim) dan janganlah kalian katakan: ‘Wahai anak Abdullah’, akan tetapi Agungkanlah (Ta'dzimlah/Hormatlah/Adablah) Beliau Nabi SAW dan panggillah atau sebutlah oleh kamu: ‘Yaa Nabiyallah, Yaa Rasulallah’ dan yang semisal (Yaa Sayyidii, Yaa Habiballoh, Yaa Syafi'al Kholqi....dsb..).

Nashiruddin Abu Al-Khairi Abdullah bin ‘Umar bin Muhammad Al-Baidhawiy dalam kitab Anwarul Tanzil Wa Asraril Takwil, atau yang lebih dikenal adalah Tafsir Baidhawiy :

لا تقيسوا دعاءه إياكم على دعاء بعضكم بعضاً في جواز الإِعراض والمساهلة في الإِجابة والرجوع بغير إذن، فإن المبادرة إلى إجابته عليه الصلاة والسلام واجبة والمراجعة بغير إذنه محرمة . وقيل لا تجعلوا نداءه وتسميته كنداء بعضكم بعضاً باسمه ورفع الصوت به والنداء من وراء الحجرات ، ولكن بلقبه المعظم مثل يا نبي الله ، ويا رسول الله مع التوقير والتواضع وخفض الصوت ، أو لا تجعلوا دعاءه عليكم كدعاء بعضكم على بعض فلا تبالوا بسخطه فإن دعاءه موجب، أو لا تجعلوا دعاءه ربه كدعاء صغيركم كبيركم يجيبه مرة ويرده أخرى فإن دعاءه مستجاب.

Dan masih banyak Kitab Tafsir lain yang menjelaskan dengan penjelasan yang senada dengan kedua kitab tafsir diatas.

Dalam Qur’an Surat Ali Imran Ayat 39 Allah juga memulyakan Nabi Yahya As :

فَنَادَتْهُ الْمَلَائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ

Artinya: 

(39) Maka menyerulah kepada­nya Malaikat, sedang dia sembahyang di mihrab. Sesungguhnya Allah meng­gembirakan engkau dengan Yahya, yang akan membe­narkan kalimah dari Allah, dan akan menjadi SAYYID (pemimpin)  dan akan terpelihara, dan seorang Nabi dari kaum yang shalih....

وَ سَيِّداً

"Dan akan menjadi pemimpin,"

yaitu menjadi pemimpin yang disegani dalam kaumnya Bani Israil,

وَ حَصُوراً

"dan akan terpelihara"

dan terbentang terutama daripada pengaruh rayuan perempuan. Sebab masih muda Yahya itu telah menjadi rasul, sedang rupanya amat elok, tetapi tidaklah dapat diperdayakan oleh rayuan perempuan.

وَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحينَ

"Dan seorang Nabi dari kaum yang shalih." (ujung ayat 39).

Syeikh Muhayyiyisunnah Abu Muhammad Hasan bin Mas’ud AL-BUGHAWI (wafat 516 H.) dalam tafsir beliau MA’ALIMI AL-TANZIL menjelaskan Qur’an Surat Ali Imran ayat 39 sebagai berikut :

{وَسَيِّدًا} فعيل من ساد يسود وهو الرئيس الذي يتبع وينتهي إلى قوله، قال المفضل: أراد سيدا في الدين. قال الضحاك: السيد الحسن الخلق. قال سعيد بن جبير: السيد الذي يطيع ربه عز وجل. وقال سعيد بن المسيب: السيد الفقيه العالم، وقال قتادة: سيد في العلم والعبادة والورع، وقيل: الحليم الذي لا يغضبه شيء. قال مجاهد: الكريم على الله تعالى، وقال الضحاك : السيد التقي، قال سفيان الثوري: الذي لا يحسد وقيل: الذي يفوق قومه في جميع خصال الخير، وقيل: هو القانع بما قسم الله له. وقيل: السخي، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “من سيدكم يا بني سلمة”؟ قالوا: جد بن قيس على أنّا نبخِّله قال: “وأي داء أدوأ من البخل، لكن سيدكم عمرو بن الجموح”.

Artinya : 

Dan (SAYYIDAN) itu adalah timbangan FA’IILAN dari SAADA. Sayyidan itu pemimpin yang diikuti dan berakhir kepada perkataannya. 

Al-Mufadhdhal berkata: yang dimaksud dengan sayyidan adalah sayyidan pada agama. 

Adh-Dhihak berkata: Sayyid itu bagus berakhlak. Sa’id bin Jubair berkata: Sayyid adalah orang yang patuh kepada Tuhannya yang maha tinggi. 

Sa’id bin Musayyib berkata: Sayyid itu orang yang faqih (ahli ilmu fiqh) lagi mengetahui. 

Qatadah berkata: sayyid itu pada ilmu, ibadat dan wara’, dan dikata orang : (Sayyid) itu lemah lembut yang tidak pernah marah kepadanya oleh sesuatu. 

Mujahid berkata: (Sayyid) itu yang mulia disisi Allah. 

Adh-Dhihak berkata: Sayyid itu orang taqwa. 

Sufyan Sauriy berkata: (Sayyid) itu yang tidak ada hasad, dikata orang yang berada lebih diatas kaumnya pada sekalian perkara terpuji. Dan dikata orang juga: orang yang merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. 

Dikata orang: (Sayyid) itu Pemurah. 

Sabda Rasulullah  صلى الله عليه وسلم  Siapa Sayyid (Pemimpin) kalian wahai Bani Salamah ? Mereka menjawab: Jud bin Qais yang kami anggap sangat kikir. 

Nabi bersabda: “penyakit apa yang lebih berat daripada kikir ? Tetapi Sayyid (pemimpin) kalian adalah ‘Amr bin al-Jamuh.

Status hadits diatas dijelaskan pada catatan kaki dalam tafsir tersebut, yaitu :

روي هذا الحديث من طرق عن جابر وأبي هريرة وأنس مرفوعا وروي مرسلا عن حبيب بن أبي ثابت عن النبي صلى الله عليه وسلم فقد أخرجه البخاري في الأدب المفرد ص (90) طبعه مكتبة الآداب وأبو الشيخ الأصبهاني في كتاب الأمثال برقم (89 – 95) ص 56 – 59 وأبو نعيم في الحلية: 7 / 317 والحاكم في المستدرك: 3 / 219 عن أبي هريرة بلفظ “بل سيدكم البراء بن معرور” وقال: صحيح على شرط مسلم. وقال الهيثمي: رواه الطبراني في الأوسط ورجاله رجال الصحيح غير شيخ الطبراني مجمع الزوائد : 3 / 315 . وانظر : الإصابة لابن حجر : 4 / 615 – 616 أسد الغابة لابن الأثير: 4 / 206 – 207 مجمع الزوائد: 9 / 314 – 315 / 126 – 127 .

Artinya: Telah diriwayatkan hadits ini dari berbagai thuruq (jalan) dari Jabir, Abi Hurairah dan Anas secara marfu’ (sampai sanad kepada Rasulullah). Dan riwayat secara mursal (gugur sahabat) dari riwayat Habib bin Abi Tsabit dari 
Nabi صلى الله عليه وسلم. 
Maka sungguh telah mengeluarkannya (meletakkan hadits pada tempatnya) oleh : Imam Bukhari pada BAB ADAB AL-MUFRAD hal 90 cetakan Maktabah Adab, oleh Abu Syaikh Ak-Ashbahani dalam kitab AL-AMTSAL nomor 89-95 halaman 56-59, oleh Abu Na’im dalam AL-HULIYYAH jilid 7 halaman 317, oleh Hakim dalam AL-MUSTADRAK jilid 3 halaman 219 dari Abi Hurairah dengan ucapan “tetapi pemimpin kalian adalah Al-Bara’ bin Ma’rur.  Hakim berkata ; “hadits Shahih atas syarat Imam Muslim. Baihaqiy berkata: telah meriwayatkan oleh Thabrani dalam AL-AWSATH, dan rijalnya itu rijal shahih

Mengenai sebutan sayyidina sendiri terdapat dalam hadits :

أنا سيد ولد آدم يوم القيامة ولا فخر

“Aku adalah sayyid anak Adam pada hari kiamat maka janganlah sombong (berbangga diri).” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah).

Jadi kesimpulannya, adalah tidak punya adab/sopan jika kita memanggil Rasulallah Nabi Muhammad SAW. langsung menyebut namanya.

Allahumma shalli wasallim wabarik ‘ala sayyidina Muhammadin SAW  wa alihi wa shahbihi ajma’in.....

----------------

AL-FAATIHAH.......3X

اللهُمَّ يَاوَاحِدُ يَاأَحَدُ يَاوَاجِدُ يَاجَوَادُ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ مَعْلُومَاتِ اللهِ وَفُيُوضَاتِهِ وَأَمْدَادِهِ   .....X 3 

“ALLOOHUMMA YAA WAAHIDU YAA AHAD, YAA WAAJIDU YAA JAWAAD, SHOLLI WA SALLIM WA BAARIK ’ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIW WA ’ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMAD. FII KULLI LAMHATIW WA NAFASIM BI ’ADADI MA’LUUMAATILLAAHI WA FUYUUDHOOTIHI WA AM-DAADIH”. (100 Kali).

Terjemah :
“Yaa Alloh, Yaa Tuhan Maha Esa, Yaa Tuhan Maha Satu, Yaa Tuhan Maha Menemukan, Yaa Tuhan Maha Pelimpah, limpahkanlah sholawat salam barokah atas Junjungan kami Kanjeng Nabi Muhammad dan atas Keluarga Kanjeng Nabi Muhammad pada setiap berkedipnya mata dan naik turunnya nafas sebanyak bilangan segala yang Alloh Maha Mengetahui dan sebanyak kelimpahan pemberian dan kelestarian pemeliharaan Alloh”.

اَللَّهُمَّ كَمَا أَنْتَ أَهْلُهُ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا وَشَفِيْعِنَا وَحَبِيْبِنَا وَقُرَّةِ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا هُوَ أَهْلُهُ. نَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ بِحَقِّهِ أَنْ تُغْرِقَنَا فِي لُجَّةِ بَحْرِ الْوَحْدَةِ حَتَّى لاَ نَرَى وَلاَ نَسْمَعَ وَلاَنَجِدَ وَلاَ نُحِسَّ وَلاَنَتَحَرَّكَ وَلاَنَسْكُنَ إِلاَّ بِهَا. وَتَرْزُقَنَا تَمَامَ مَغْفِرَتِكَ يَاأَللهُ وَتَمَامَ نِعْمَتِكَ يَاأَللهُ وَتَمَامَ مَعْرَفَتِكَ يَاأَللهُ وتَمَامَ مَحَبَّتِكَ يَاأَللهُ وتَمَامَ رَضْوَانِكَ يَاأَللهُ. وَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ عَدَدَ مَاأَحَاطَ بِهِ عِلْمُكَ وَأَحْصَاهُ كِتَابُكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ x 7

“ALLOOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH. SHOLLI WA SALLIM WA BAARIK ‘ALAA SAYYIDINAA, WA MAULAANAA, WA SYAFII’-INAA, WA HABIIBINA, WA QURROTI A’YUUNINAA, MUHAMMADIN SHOLLALLOOHU ‘ALAIHI WA SALLAMA KAMAA HUWA AHLUH; NAS- ALUKALLOOHUMMA BIHAQQIHI AN TUGH-RIQONAA FII LUJJATI BAHRIL WAHDAH. HATTA LAA NAROO, WA LAA NASMA’A, WA LAA NAJIDA, WA LAA NUHISSA, WA LAA NATAHARROKA, WA LAA NASKUNNA ILLA BIHAA. 
WA TARZUQONAA TAMAAMA MAGHFIROTIKA YAA ALLOH, WATAMAAMA NI’MATIKA YAA ALLOH, WA TAMAAMA MA’RIFATIKA YAA ALLOH, WA TAMAAMA MAHABBATIKA YAA ALLOH, WA TAMAAMA RIDHWAANIKA YAA ALLOH, WA SHOLLI WA SALLIM WA BAARIK ’ALAIHI WA ‘ALAA AALIHII WA SHOHBIH ‘ADADA MAA AHAATHO BIHII ‘ILMUKA WA AHSHOOHU KITAABUK, BIROHMATIKA YAA ARHAMAR ROHIMIN WALHAMDU LILLAAHI ROBBIL ‘AALAMIIN”. (1 kali)

Terjemah :

“Yaa Alloh, sebagaimana keahlian ada pada-Mu, limpahkanlah sholawat salam barokah atas Junjungan kami, Pemimpin kami, Pemberi syafa’at kami, Kecintaan kami dan Buah Jantung hati kami Kanjeng Nabi Muhammad Sholalloohu ‘alaihi wasallam yang sepadan dengan keahlian Beliau; kami bermohon kepada-Mu Yaa Alloh, dengan Hak Kemulyaan Beliau, tenggelamkanlah kami di dalam pusar dasar samudra Ke-esaan-Mu sedemikian rupa sehingga tiada kami melihat dan mendengar, tiada kami menemukan dan merasa, dan tiada kami bergerak ataupun berdiam melainkan senantiasa merasa di dalam samudra Tauhid-Mu. 
Dan kami bermohon kepada-Mu Yaa Alloh, limpahkanlah kami ampunan-Mu yang sempurna Yaa Alloh, nikmat karunia-Mu yang sempurna Yaa Alloh, sadar ma’rifat kepada-Mu yang sempurna Yaa Alloh, cinta kepada-Mu dan memperoleh kecintaan-Mu yang sempurna Yaa Alloh, ridho kepada-Mu serta memperoleh ridho-Mu yang sempurna pula Yaa Alloh. 
Dan sekali lagi Yaa Alloh, limpahkanlah sholawat salam dan barokah atas Beliau Kanjeng Nabi dan atas Keluarga dan sahabat Beliau sebanyak bilangan segala yang diliputi oleh ilmu-Mu dan termuat di dalam kitab-Mu, dengan rahmat-Mu Yaa Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan segala puji bagi Alloh Tuhan seru sekalian alam”.

يَاشَافِعَ الْخَلْقِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ * عَلَيْكَ نُوْرَ الْخَلْقِ هَادِيَ الأَنَامِ
وَأَصْـلَهُ وَرُوْحَهُ أَدْرِكْنِي * فَقَدْ ظَلَمْتُ أَبَدًا وَرَبِّـنِي 3 
وَلَيْسَ لِي يَا سَـيِّدِي سِوَاكَ * فَإِنْ تَرُدَّ كُنْتُ شَخْصًا هَالِكًا

“YAA SYAAFI’AL KHOLQIS SHOLAATU WAS SALAAM, ‘ALAIKA NUUROL KHOLQI HAADIYAL ANAAM. WA ASHLAHUU WA RUUHAHUU ADRIKNII FAQOD DHOLAMTU ABADAW WAROBBINII. WA LAISA LII YAA SAYYIDII SIWAAKA, FA IN TARUDDA KUNTU SYAKH-SHON HAALIKA”. (3 kali)

يَا سَــيِّدِي يَارَسُولَ اللهِ

“YAA SAYYIDII, YAA ROSUULALLOOH !” (7 kali).

Terjemah :
“Duhai Kanjeng Nabi Pemberi syafa’at makhluq, kepangkuan-Mu sholawat dan salam kusanjungkan, Duhai Nur Cahaya makhluq Pembimbing manusia; Duhai Unsur dan Jiwa makhluq, bimbing, bimbing dan didiklah diriku, sungguh aku manusia yang dholim selalu”. 
“Tiada arti diriku tanpa Engkau duhai Yaa Sayyidii. Jika Engkau hindari aku, akibat keterlaluan dan berlarut-larutku, pastilah, pasti aku akan hancur binasa !”.

“Duhai Pemimpin kami, duhai Utusan Alloh !”

AL-FAATIHAH..............!

Sabtu, 21 Agustus 2021

YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH Dalam Sholawat Wahidiyah - Bagian ke empat

410 - Penjelasan Singkat YAA SAYYIDII  YAA ROSUULALLOH  Dalam Sholawat Wahidiyah - Bagian ke empat

AT-TA’ALLUQ BI JANAABIHI SAW. (HUBUNGAN DENGAN ROSUULULLOH SAW)

Di muka sudah kita bahas bahwa faedah membaca sholawat yang paling besar manfaatnya adalah “Inthibaa‘u shuurotihi SAW ‘ala qolbi musholli” = tercetaknya gambar pribadi (shuuroh) Rosuululloh SAW di dalam hati si pembaca sholawat. Dengan kata lain selalu terbayang kepada Rosululloh SAW. Dengan demikian terjalin hubungan jiwa yang sangat erat antara si pembaca sholawat dengan Rosululloh SAW. Kita yakin bahwa eratnya hubungan jiwa dengan Rosululloh SAW. merupakan pusaka dan fondasinya iman dan taqwa, dan menjadi patrinya mahabbah kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Dan kita yakin bahwa iman, taqwa, dan mahabbah merupakan bangunan keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin rohani dan jasmani di dunia dan di akhirat.

Maka oleh karena itu hubungan kita sebagai umat terhadap Rosululloh SAW sebagai pemimpin kita, sebagai pembimbing kita, sebagai pembela kita dari kesesatan dan kehancuran perlu dipupuk, ditingkatkan dan disempurnakan yang sebaik-baiknya !. Hubungan yang masih bersifat formalitas ala syari’ah harus ditingkatkan menjadi semacam hubungan molekuler yang lebih kokoh lahir dan batin.

Bukankah Rosululloh SAW. sendiri sesuai dengan kepribadian Beliau yang “ROHMATAN LIL ‘AALAMIIN” dan “BIL MUKMINIINA ROUUFUR ROHIM” telah meletakkan dan meratakan “Lem Perekat” hubungan terhadap, sekalian para umat ?. 

Firman Alloh SWT didalam Al Qur’an memberitahukan hal itu kepada kita antara lain :

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ (9- التوبة : 128).

 “Sungguh telah datang kepadamu sekalian seorang Rosul dari kalangan kamu sekalian yang sangat berat memprihatinkan kamu sekalian, yang mencurahkan kasih terhadap kamu sekalian dan berkasih sayang kepada orang-orang mukmin”.

Begitu mendalam keakraban hubungan batin Rosululloh SAW. terhadap para umat sampai Beliau SAW memanggilnya sebagai “Ikhwan”,  sebagai “Kawan”, sebagai “Saudara”  dengan sabda-NYA :

   وَشَوْقَاهْ إِلَى إِخْوَانِي الَّذِيْنَ يَأْتُوْنَ مِنْ بَعْدِيْ (انسان كامل : ثاني / 88).

 “Betapa rindu-Ku kepada saudara-saudara-Ku yaitu mereka yang datang sesudah-Ku” (Insan Kamil II hal. 88).

Jadi kita para umat semestinya hanya tinggal menempelkan dan melekatkan hubungan jiwa dengan Rosululloh SAWyang “Lem Perekatnya” sudah ada dan sudah diratakan dalam semesta ala mini oleh Rosululloh Saw. sendiri. Mari kita renungkan hal ini dan kita adakan koreksi diri bagaimana hubungan kita selama ini terhadap Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Rosululloh SAW. Pemimpin kita, Pembimbing kita, dan Pembela kita yang sangat menyayangi kita!. 

AL FAATIHAH ! 
YAA SYAAFI’AL KHOLQIS-SHOLAATU WASSALAAM…....
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH…....

Adapun cara-cara mengadakan dan memperbaiki hubungan yang akrab kepada Rosululloh SAW. Atau yang disebut “TA‘ALLUQ BI JANAABIHI SAW” ada dua jalan. Yaitu seperti diterangkan di dalam kitab Sa’aadatud Dairoini fis-Sholaati ‘Ala Sayyidil Kaunaini SAW, karangan Syekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani : TA’ALLUQ SHUURIY dan TA’ALLUQ MAKNAWIY.

TA’ALLUQ SHUURIY atau hubungan secara formal dapat ditempuh melalui dua jalan :

(1) Menjalankan segala apa yang diperintahkan dan menjauhi atau meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Rosululloh SAW. Jadi menjalankan syari’ah Islam secara komplit lahir dan batin dengan tepat dan sempurna di dalam segala hubungan. Baik didalam hubungan kepada Alloh wa Rosulihi SAW, maupun di dalam hubungan dengan masyarakat, terhadap keluarga, terhadap tetangga, terhadap bangsa dan negaranya, terhadap sesama umat manusia segala bangsa terhadap agamanya bahkan terhadap sesama makhluq pada umumnya.

(2) Fanak atau lebur di dalam lautan mahabbah atau cinta kepada Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, antara lain dengan memperbanyak membaca sholawat, memperbanyak dan mengangan-angan penuh rindu atau syauq kepada Rosululloh SAW. Memperbanyak membaca atau mendengarkan uraian-uraian atau hikayah-hikayah yang mengandung pujian dan sanjungan terhadap kebesaran dan kemulyaan Rosululloh SAW. Sehingga tumbuh rasa mahabbah dan rindu yang mendalam. Juga dengan berangan-angan dan berfikir tentang jasa-jasa dan pengorbanan serta perjuangan Rosululloh SAW di dalam membela umat.
  
TA’ALLUQ MAKNAWIY atau secara hubungan maknawi juga dapat ditempuh melalui dua jalan :

(1) Melatih hati membayangkan atau istihdhor kepada pribadi Beliau SAW yang mulia dan agung itu dengan sepenuh ta’dhim mahabbah atau kagum. Ini bagi mereka yang sudah pernah bertemu Rosululloh SAW, dalam mimpi atau dalam keadaan jaga (tidak tidur) atau yaqodhotan. Bagi yang belum pernah bisa membayangkan sifat-sifat dan budi pekerti Beliau SAW, yang luhur itu. Bagi yang sudah pernah ziarah ke Makkah dan Madinah dapat membayangkan Ka’bah, membayangkan maqom Rosululloh SAW, membayangkan masjid atau tempat-tempat lain yang bersejarah yang dipergunakan oleh Beliau SAW di dalam memperjuangkan agama Islam dan di dalam memberikan tuntunan dan bimbingan kepada para sahabat Rodhiyalloohu ta’ala anhum. Semua itu harus kita lakukan dengan beradab ta’dhim dan tawadhu’.

MASALAH MIMPI BERTEMU KANJENG NABI BESAR MUHAMMAD SAW.

Mimpi bertemu Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, adalah mimpi baik, mimpi yang benar, mimpi yang hak. Siapapun orangnya yang bermimpi dan bagaimanapun keadaan mimpinya itu, mimpi yang benar. Sebab setan tidak dapat tamatstsul atau menyerupakan diri (mendo-mendo-Jawa) dengan Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Bersabda sabda hadits :

مَنْ رَأَنِي فَقَدْ رَأَى الْحَقَّ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَيَتَمَثَّلُ بِي (رَوَاهُ مسلِمٌ وَغَيْرُهُ).

 “Barang siapa melihat AKU dalam mimpi maka sungguh ia melihat kebenaran (melihat Rosululloh SAW, dengan sebenarnya). Oleh karena sesungguhnya setan tidak dapat menyerupakan diri sebagai Aku” (Hadits riwayat Imam Muslim dan lainnya).

Di dalam kitab Ta’thiirul Anaam (Syeh Abdul Ghoni an-Nablusi Ra), redaksi “MAN ROAANI” diberi tafsir secara shohih : “WALAU ‘ALA AYYI SHUUROTIN WA HAALATIN” = sekalipun dalam rupa dan keadaan yang bagaimanapun juga. 

Memang, hasil impian seseorang bisa jadi tidak sama. Ada yang bermimpi bertemu Rosululloh SAW, persis seperti apa yang disifatkan dan diterangkan di dalam kitab-kitab sejarah. Tetapi ada yang menyimpang dari itu. Tetapi keduanya sama-sama benar menurut hadits tersebut di atas. Perbedaan itu disebabkan antara lain karena situasi dan kondisi batiniyah dari orang yang bermimpi. Pada umumnya makin bersih makin jernih hati orang yang bermimpi, makin dekat kepada keadaan yang sebenarnya. Ibaratnya sebagai kaca cermin, makin jelas dan makin sempurna hasil pencerminan yang diperoleh.

Masalah mimpi boleh dikatakan termasuk di dalam lingkungan metafisika termasuk perkara gaib yang sampai sekarang masih belum bisa atau memang tidak bisa diungkap secara ilmiyah, tidak terjangkau oleh pendekatan rasional seperti hanya bidang exacta. Akan tetapi sebagai umat Muhammad SAW, yang percaya dan yakin akan kebenaran sabda Rosululloh SAW, yang maksudnya kurang lebih bahwa mimpi yang baik adalah “Juz-un Min an-Nubuwwah” = bagian daripada kenabian. Maka dari itu kita harus bergembira dan wajib bersyukur kepada Alloh SWT, apabila kita bermimpi baik, dan seharusnya prihatin dan mawas diri serta banyak istighfar memohon ampunan kepada Alloh SWT. apabila kita bermimpi buruk.
  
(2) Cara “TA’ALLUQ MAKNAWIY” yang kedua ialah mengetrapkan dalam hati (merasa) “BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH”. Itu merupakan syuhuudul qolbi dari para Ahwaalul Kariimah. Yaitu hati senantiasa sadar dan merasa bahwa asal kejadian segala makhluq (termasuk diri kita) adalah “NUR MUHAMMAD” (SAW). Hati senantiasa merasa (kroso dalam bahasa Jawa) apa yang disabdakan di dalan hadits Qudsi :

خَلَقْتُكَ مِنْ نُوْرِيْ وَخَلَقْتُ الخَلْقَ مِنْ نُوْرِكَ.

 “AKU (Alloh) menciptakan Engkau (Muhammad SAW) dari NUR-KU dan AKU  menciptakan makhluq dari NUR-MU”.

Jadi hakikat asal kejadian segala makhluq adalah “NUR MUHAMMAD SAW”. Baik makhluq jenis kasar maupun yang jenis halus yang kelihatan mata dan yang tidak kelihatan mata, yang dapat diraba dan yang tidak dapat diraba, yang exacta dan yang metafisika, yang lahir dan yang batin, makhluq dunia maupun makhluq akhirat, makhluq bumi maupun makhluq langit. Segalanya itu harus disadari dan bisa terasa didalam hati pada segala saat dan keadaan. Tentang bagaimana wujudnya “NUR MUHAMMAD”, kita tidak mampu mengindera dengan khoyal, lebih-lebih dengan rasio. Yang penting harus kita yakini segala hakikat yang benar. Jadi kita berfikir, berangan-angan, kita merasakan sesuatu, merasa gembira atau merasa bersedih, begitu juga penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan lain sebagainya, itu semua berasal kejadian dari “NUR MUHAMMAD”. Itu harus kita rasa, kita latih dalam hati tidak cukup hanya dengan pengertian ilmiah saja. Sebab masalah ini adalah masalah “dzauq” masalah rasa, masalah feeling.

Untuk memudahkan pemahaman, kita memakai gambaran seperti di bawah ini. Akan tetapi harus di ingat bahwa gambaran tidak persis dengan yang digambarkan. Sebuah foto tidak persis dengan orang yang punya foto. Gambaran tersebut ialah KAIN-BENANG-KAPAS. Kain ibaratnya makhluq, benang ibaratnya Nur Muhammad dan kapas ibaratnya Nur Alloh.

Kain tersusun dari benang. Wujudnya kain sebab wujudnya benang. Tidak pernah ada ada kain yang tanpa benang. Jadi pada hakikatnya kain itu adalah benang. Kain itu sendiri tidak punya hakikat wujud. Begitu pula makhluq. Wujudnya makhluq sebab wujudnya  “NUR MUHAMMAD”. 

Jadi pada hakikatnya makhluq itu adalah Nur Muhammad. Pada hakikatnya tidak satupun makhluq yang tanpa “Nur Muhammad”. Jika makhluq dihindari oleh Nur Muhammad otomatis spontan menjadi ‘adam, tidak wujud. Sekali lagi ini adalah masalah dzauq, masalah rasa tidak dapat hanya diperhitungkan atau dipertimbangkan atau dianalisa dengan rasio atau akal pikiran. Pengertian dan pemahaman oleh akal pikiran hanya membantu meresapnya rasa dalam hati. 
Sekali lagi, makhluq itu tidak mempunyai hakikat wujud sendiri. Wujudnya makhluq sebab diwujudkan atau sebab wujudnya Nur Muhammad. Inilah yang harus kita rasa di dalam hati !. Melihat makhluq (diri kita pun juga makhluq) harus spontan merasa NUR MUHAMMAD. Begitu juga kita mendengar, mencium, merasa dan sebagainya harus spontan merasa NUR MUHAMMAD SAW. Barang siapa tidak merasa NUR MUHAMMAD SAW, itulah orang yang terhijab. Tertutup mata hatinya. Tertutup dari kebenaran hakiki !. Jika tidak ada usaha mengadakan perbaikan untuk membuka tabir hijab dirinya, maka selamanya akan tetap terhijab dan makin tebal. Dan kelak di akhirat akan dimasukkan ke dalam “Naarul Hijaab” atau “Naarul Bu’di”- “Nerakanya jauh” dari Alloh SWT. Suatu penderitaan yang paling pedih karena tidak bisa ikut mencicipi kenikmatan “Jannatul – Qurbi”- “Surganya dekat” kepada Alloh wa Rosulihi SAW.

Semoga kita termasuk orang-orang yang memperoleh fadhol dari Alloh SWT, memperoleh syafa’at tarbiyah Rosululloh SAW. memperoleh barokah nadhroh Ghouts Haadzad Zaman RA seperti tersebut diatas.
Amiin !!

AL FAATIHAH !....

Pemahaman selanjutnya. Benang terbentuk atau terjadi dari kapas. Tanpa kapas, benang itu sendiri tidak ada, tidak wujud. Adanya benang sebab adanya kapas. Jadi hakikat wujudnya benang adalah kapas. Benang sendiri tidak mempunyai hakikat wujud. Wujudnya benang sebab wujudnya kapas. Atau sebab kapas. Begitu saja singkatnya. Begitu juga  “NUR MUHAMMAD” hakikat wujud dari Nur Muhammad adalah “NUR ALLOH”. Begitu seterusnya, hakikat wujud dari pada makhluq adalah Nur Alloh. Makhluq itu sendiri tidak mempunyai sifat wujud. Yang memilki sifat wujud hanya Alloh. Sedangkan wujudnya makhluq adalah sebab diwujudkan oleh Alloh. Makhluq tidak wujud jika tidak diwujudkan oleh Alloh. Wujudnya makhluq, sebab Alloh !. Istilah dalam Wahidiyah,  wujudnya makhluq itu BILLAH. ”LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLABILLAH = tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Alloh, sebab Alloh (BILLAH). Pemahaman yang lebih lengkap tentang “BILLAH” dan “BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH” periksa bab Ajaran Wahidiyah dibelakang !.

Pengertian “BILLAH” dan “BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH” harus sungguh-sungguh meresap ke dalam hati, dan diterapkan dengan rasa !. Tidak cukup dan tidak boleh hanya menjadi pengertian ilmiah saja !. Harus ditembuskan menjadi penerapan rasa dzauqiyyah !. Lebih-lebih tidak boleh hanya dipergunakan sebagai bahan percakapan, lebih-lebih lagi untuk bermujahadah dan dijadikan materi diskusi perdebatan !. Tidak boleh mengadakan pembahasan masalah ini harus disertai penerapannya di dalam hati. Hati harus terus menerus dilatih merasa BILLAH dan BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH. 

Permulaan mungkin sulit. Akan tetapi jika terus menerus dilatih dan ada perhatian dan kemauan yang sungguh-sungguh, Insya Alloh lama-lama mendapat kemajuan. Disamping melatih hati terus menerus supaya giat melakukan mujahadah Wahidiyah. Alhamdulillah dalam pengalaman banyak dikaruniai kemajuan.

Dibawah ini dinukilkan Sholawat bernadhom yang juga ditaklif oleh Hadhrotul Mukarrom Mbah Kyai Haji Abdoel Madjid Ma’roef Mu’allif Sholawat Wahidiyah, yang apabila diperbanyak, membacanya syukur dimudawamahkan atau dilestarikan disamping mujahadah Wahidiyah, alhamdulillah besar sekali manfaatnya bagi meningkatnya kesadaran BILLAH BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH.

الْحَمْـدُ  للهِ الصَّـلاَةُ  وَالسَّلاَمْ * عَلَيْكَ وَالآلِ أَيَاخَيْرَ الأَنَامْ

“ALHAMDU LILLAHIS SHOLAATU WAS SALAAM ‘ALAIKA WAL AALI AYAA KHOIROL ANAAM”

“Segala puji bagi Alloh : sholawat dan salam semoga senantiasa melimpah kepangkuan-Mu serta keluarga duhai (Kanjeng Nabi SAW) sebaik-baik manusia”.

رَبٌّ كَرِيْمٌ وَأَنْتَ ذُو خُلُقٍ عَظِيْم * فَاشْفَعْ لَنَا فَاشْفَعْ لَنَا عِنْدَ الْكَرِيمٌ

“ROBBUN KARIIM WA ANTA DZUU KHULQIN ‘ADHIIM FASYFA’ LANAA FASYFA’ LANAA ‘INDAL KARIIM”

“Tuhan Maha Mulia,  sedangkan Engkau (Kanjeng Nabi) memiliki akhlaq yang agung. Maka syafa’atilah kami, syafa’atilah kami disisi Tuhan Yang Maha Mulia !.

يَا  مَنْ بِهِ  قَدْ عُـرِفَ  الْخَلاَّقُ * لَوْلاَكَ  مَا  خُلِقَتُ  الْخَلاَئِقُ

“YAA MAN BIHI QOD ’URIFAL KHOLLAAQU LAULAAKA MAA KHULIQOTIL KHOLAAIQU”

“Duhai (Kanjeng Nabi SAW) orang yang menjadi sebab dikenalnya Tuhan Maha Pencipta, sekiranya tidak karena Engkau, tidaklah segala makhluq ini diciptakan”.

Disabdakan di dalam Hadits kurang lebih :

لَوْلاَكَ لَوْلاَكَ مَا خَلَقْتُ الأَفْلاَكَ  (جَامِعُ الأُصُولِ : 89).

Artinya kurang lebih :
“Jika tidak karena Engkau (Muhammad SAW), jika tidak karena Engkau, sungguh AKU tidak menciptakan cakrawala”.

مِنْ نُوْرِكَ الْخَلْقُ جَمِيْعًا خُلِقَا * وَأَنْتَ مِنْ نُوْرِ الَّذِي قَدْ خَلَقَا

“MIN NUURIKAL KHOLQU JAMII’AN KHULIQO WA ANTA MIN NUURIL  LADZII QOD KHOLAQO”

“Dari Nur-Mu segala makhluq diciptakan, sedangkan Engkau diciptakan dari Nur Tuhan Yang Maha Pencipta”.

يَاخَيْرَخَلْقِ اللهِ حَقًّا أَجْمَعِيْنَ * أَنْتَ إِمَامُ  الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ

“YAA KHOIRO KHOLQILLAAHI HAQQON AJMA’IN ANTA IMAAMUL ANBIYA WAL MURSALIN”

“Duhai (Kanjeng Nabi SAW) sebaik-baiknya semua makhluq Alloh, sungguh benar Engkau adalah Pemimpinnya para Nabi dan para Utusan”.

يَأَيُّهَا الرَّسُوْلُ يَامُحَمَّدُ * يَاصَاحِبَ الْمَقَامِ يَامَحْمُودُ

“YAA AYYUHAR ROSUULU YAA MUHAMMADU YAA SHOHIBAL MAQOOMI YAA MAHMUUDU“

“Duhai Kanjeng Rosul, duhai Kanjeng Nabi Muhammad yang menduduki maqom (yang tinggi), duhai Kanjeng Nabi yang terpuji”.

يَأَيُّهَا الشَّفِيْعُ يَامُشَفَّعُ * كُلُّ شَفِيْعٍ هُوَ مِنْكَ يَشْفَعُ

“YAA AYYUHASY SYAFII’U YAA MUSYAFFA’U KULLU SYAFII’IN HUWA MINKA YASYFA’U.

“Duhai Kanjeng Nabi yang banyak memberi syafa’at, duhai Kanjeng Nabi yang diterima syafa’atnya, setiap yang mensyafa’ati itu dari Engkau jua dapatnya mensyafa’ati”.

يَاشَافِعَ الْخَلْقِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمْ * عَلَيْكَ نُوْرَالْخَلْقِ هَادِيَ الأَنَامْ
وَأَصْـلَهُ   وَرُوْحَـهُ    أَدْرِكْـنِي*  فَـقَدْ  ظَلَمْتُ   أَبَدًا   وَرَبِّـنِي
وَلَيْسَ  لِي   يَاسَـيِّدِي    سِوَاكَ* فَإِنْ تَرُدَّ  كُنْتُ  شَخْصًا هَالِكًا
                   يَاسَـيِّدِي  يَارَسُوْلَ اللهِ

Terjemahnya lihat halaman 18 di muka.  

Kembali masalah “TA’ALLUQ BI JANAABIHI SAW”.

Beliau Mu’allif Sholawat Wahidiyah QS wa Ra senantiasa menganjurkan mengamanatkan agar supaya disamping mujahadah Wahidiyah memperbanyak membaca:

يَاسَـيِّدِي  يَارَسُوْلَ اللهِ

“YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH”

Dimana dan kapan saja ada kesempatan dan sambil melakukan pekerjaan apa saja. Dibaca lisan atau dalam batin, melihat situasi dan kondisi. Mujahadah Wahidiyah dengan hitungan yang sebanyak-banyaknya. Misalnya dibaca sekian ribu kali atau selama sekian jam. Tidak terbatas. Makin banyak makin baik. Lebih-lebih apabila ada kepentingan atau mempunyai sesuatu hajat. Asalkan tidak disalahgunakan harus dijiwai LILLAH BILLAH, LIRROSUL BIRROSUL dan seterusnya. Alhamdulillah manfaatnya besar sekali bagi terjalinnya hubungan jiwa yang lebih akrab, lebih mendalam dan lebih mesra dengan Rosululloh SAW. Dan selain itu dikaruniai pula manfaat-manfaat lain yang tidak dapat diperkirakan nilainya dan diluar perhitungan akal fikiran. Manfaat lahir dan manfaat batin, soal materi dan non materi, manfaat dunia dan manfaat ukhrowi.  
Alhamdulillah.

Atas dasar pengalaman seperti tersebut diatas, maka memperbanyak membaca “YAA SAYYIDII YAA ROSULALLOH” merupakan cara “TA‘ALLUQ BI JANAABIHI SAW” yang paling gampang. Kami tidak atau mungkin belum mampu membuat uraian analisa secara ilmiyah yang kongkrit, akan tetapi secara imani kita percaya dan yakin akan kebenaran fakta pengalaman yang nyata seperti diatas. Sebab, “YAA SAYYIDII YAA ROSULALLOH” adalah sebutan nida’ dan panggilan langsung kepada Rosululloh SAW. Yang mengandung makna “tasyaffu’an” (= memohon syafa’at yang dijiwai dengan ta’dhim, mahabbah, tadhollum dan iftiqor/memulyakan, cinta, pernyataan diri dholim/ berdosa dan cetusan rasa butuh).  Sedangkan Kanjeng Nabi SAW., bersifat rouf rohiim, kasih sayang dan banyak memberikan pengorbanan bagi para umat. Firman Alloh SWT : 

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ (9- التوبة : 128).

 “Sungguh telah datang kepada kamu sekalian rosul dari kaummu sendiri, yang berat terasa olehnya penderitaanmu sekalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu sekalian, amat belas kasihan dan menyayangi orang-orang mukmin” (9 – at-Taubah : 128).   

Maka kita yakin dengan adanya panggilan “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH” pasti Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. tidak sampai hati membiarkannya dan pasti mengulurkan syafa’atnya.

Para ahlul kasyfi menerangkan bahwa “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH” adalah “Iltijaa-ul ummah ilaa sayyidihim” = mengungsinya umat kepada Pemimpinnya, yakni Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Dan pada saat yang demikian itu Kanjeng Nabi SAW. yang menjawab dengan penuh kasih sayang; dengan untaian – KALIMAT…….

مَاحَاجَتُكَ يَا أُمَّتِي.

“Apa gerangan hajat kebutuhanmu wahai-umat-Ku ?”.
Sekalipun sudah berada di alam kubur, Rosululloh SAW diperlihatkan/ diperdengarkan bacaan sholawat para umat. 
Lihat hadits-hadits tentang Sholawat dimuka.

Jumat, 20 Agustus 2021

YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Catatan Kecil 72 B : KISAH DAN PETUAH

AT - TA’ALLUQ BI JANAABIHI SHOLLALLOOHU 'ALAIHI WASALLAM.
(HUBUNGAN DENGAN ROSUULULLOH SAW). 

HUBUNGAN TERHADAP ROSULULLOH SAW HARUS LEBIH DITINGKATKAN DAN DISEMPURNAKAN, HARUS LEBIH KOKOH LAHIR DAN BATIN (LIRROSUL BIRROSUL, ISTIGHROQ BIHAQIQOTIL MUHAMMADIYYAH).

Di muka sudah kita bahas bahwa faedah membaca sholawat yang paling besar manfaatnya adalah “Inthibaa‘u shuurotihi SAW ‘ala qolbi musholli” = tercetaknya gambar pribadi (shuuroh) Rosuululloh SAW di dalam hati si pembaca sholawat. Dengan kata lain selalu terbayang kepada Rosululloh SAW. Dengan demikian terjalin hubungan jiwa yang sangat erat antara si pembaca sholawat dengan Rosululloh SAW. Kita yakin bahwa eratnya hubungan jiwa dengan Rosululloh SAW. merupakan pusaka dan fondasinya iman dan taqwa, dan menjadi patrinya mahabbah kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Dan kita yakin bahwa iman, taqwa, dan mahabbah merupakan bangunan keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin rohani dan jasmani di dunia dan di akhirat.

Maka oleh karena itu hubungan kita sebagai umat terhadap Rosululloh SAW sebagai pemimpin kita, sebagai pembimbing kita, sebagai pembela kita dari kesesatan dan kehancuran perlu dipupuk, ditingkatkan dan disempurnakan yang sebaik-baiknya !. Hubungan yang masih bersifat formalitas ala syari’ah harus ditingkatkan menjadi semacam hubungan molekuler yang lebih kokoh lahir dan batin.

Bukankah Rosululloh SAW. sendiri sesuai dengan kepribadian Beliau yang “ROHMATAN LIL ‘AALAMIIN” dan “BIL MUKMINIINA ROUUFUR ROHIM” telah meletakkan dan meratakan “Lem Perekat” hubungan terhadap, sekalian para umat ?. 

Firman Alloh SWT didalam Al Qur’an memberitahukan hal itu kepada kita antara lain :

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ (9- التوبة : 
128).

“Sungguh telah datang kepadamu sekalian seorang Rosul dari kalangan kamu sekalian yang sangat berat memprihatinkan kamu sekalian, yang mencurahkan kasih terhadap kamu sekalian dan berkasih sayang kepada orang-orang mukmin”.

Begitu mendalam keakraban hubungan batin Rosululloh SAW. terhadap para umat sampai Beliau SAW memanggilnya sebagai “Ikhwan”, sebagai “Kawan”, sebagai “Saudara” dengan sabda-NYA :

وَشَوْقَاهْ إِلَى إِخْوَانِي الَّذِيْنَ يَأْتُوْنَ مِنْ بَعْدِيْ (انسان كامل : ثاني / 88).

“Betapa rindu-Ku kepada saudara-saudara-Ku yaitu mereka yang datang sesudah-Ku” (Insan Kamil II hal. 88).

Jadi kita para umat semestinya hanya tinggal menempelkan dan melekatkan hubungan jiwa dengan Rosululloh SAWyang “Lem Perekatnya” sudah ada dan sudah diratakan dalam semesta ala mini oleh Rosululloh Saw. sendiri. Mari kita renungkan hal ini dan kita adakan koreksi diri bagaimana hubungan kita selama ini terhadap Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Rosululloh SAW. Pemimpin kita, Pembimbing kita, dan Pembela kita yang sangat menyayangi kita!. 

AL FAATIHAH ! 

YAA SYAAFI’AL KHOLQIS-SHOLAATU WASSALAAM…....
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH…....

Adapun cara-cara mengadakan dan memperbaiki hubungan yang akrab kepada Rosululloh SAW. Atau yang disebut “TA‘ALLUQ BI JANAABIHI SAW” ada dua jalan. Yaitu seperti diterangkan di dalam kitab Sa’aadatud Dairoini fis-Sholaati ‘Ala Sayyidil Kaunaini SAW, karangan Syekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani : TA’ALLUQ SHUURIY dan TA’ALLUQ MAKNAWIY.

TA’ALLUQ SHUURIY atau hubungan secara formal dapat ditempuh melalui dua jalan :

(1) Menjalankan segala apa yang diperintahkan dan menjauhi atau meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Rosululloh SAW. Jadi menjalankan syari’ah Islam secara komplit lahir dan batin dengan tepat dan sempurna di dalam segala hubungan. Baik didalam hubungan kepada Alloh wa Rosulihi SAW, maupun di dalam hubungan dengan masyarakat, terhadap keluarga, terhadap tetangga, terhadap bangsa dan negaranya, terhadap sesama umat manusia segala bangsa terhadap agamanya bahkan terhadap sesama makhluq pada umumnya.

(2) Fanak atau lebur di dalam lautan mahabbah atau cinta kepada Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, antara lain dengan memperbanyak membaca sholawat, memperbanyak dan mengangan-angan penuh rindu atau syauq kepada Rosululloh SAW. Memperbanyak membaca atau mendengarkan uraian-uraian atau hikayah-hikayah yang mengandung pujian dan sanjungan terhadap kebesaran dan kemulyaan Rosululloh SAW. Sehingga tumbuh rasa mahabbah dan rindu yang mendalam. Juga dengan berangan-angan dan berfikir tentang jasa-jasa dan pengorbanan serta perjuangan Rosululloh SAW di dalam membela umat.

TA’ALLUQ MAKNAWIY atau secara hubungan maknawi juga dapat ditempuh melalui dua jalan :

(1) Melatih hati membayangkan atau istihdhor kepada pribadi Beliau SAW yang mulia dan agung itu dengan sepenuh ta’dhim mahabbah atau kagum. Ini bagi mereka yang sudah pernah bertemu Rosululloh SAW, dalam mimpi atau dalam keadaan jaga (tidak tidur) atau yaqodhotan. Bagi yang belum pernah bisa membayangkan sifat-sifat dan budi pekerti Beliau SAW, yang luhur itu. Bagi yang sudah pernah ziarah ke Makkah dan Madinah dapat membayangkan Ka’bah, membayangkan maqom Rosululloh SAW, membayangkan masjid atau tempat-tempat lain yang bersejarah yang dipergunakan oleh Beliau SAW di dalam memperjuangkan agama Islam dan di dalam memberikan tuntunan dan bimbingan kepada para sahabat Rodhiyalloohu ta’ala anhum. Semua itu harus kita lakukan dengan beradab ta’dhim dan tawadhu’.

MASALAH MIMPI BERTEMU KANJENG NABI BESAR MUHAMMAD SAW.

Mimpi bertemu Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, adalah mimpi baik, mimpi yang benar, mimpi yang hak. Siapapun orangnya yang bermimpi dan bagaimanapun keadaan mimpinya itu, mimpi yang benar. Sebab setan tidak dapat tamatstsul atau menyerupakan diri (mendo-mendo-Jawa) dengan Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Bersabda sabda hadits :

مَنْ رَأَنِي فَقَدْ رَأَى الْحَقَّ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَيَتَمَثَّلُ بِي (رَوَاهُ مسلِمٌ وَغَيْرُهُ).

“Barang siapa melihat AKU dalam mimpi maka sungguh ia melihat kebenaran (melihat Rosululloh SAW, dengan sebenarnya). Oleh karena sesungguhnya setan tidak dapat menyerupakan diri sebagai Aku” (Hadits riwayat Imam Muslim dan lainnya).

Di dalam kitab Ta’thiirul Anaam (Syeh Abdul Ghoni an-Nablusi Ra), redaksi “MAN ROAANI” diberi tafsir secara shohih : “WALAU ‘ALA AYYI SHUUROTIN WA HAALATIN” = sekalipun dalam rupa dan keadaan yang bagaimanapun juga. 

Memang, hasil impian seseorang bisa jadi tidak sama. Ada yang bermimpi bertemu Rosululloh SAW, persis seperti apa yang disifatkan dan diterangkan di dalam kitab-kitab sejarah. Tetapi ada yang menyimpang dari itu. Tetapi keduanya sama-sama benar menurut hadits tersebut di atas. Perbedaan itu disebabkan antara lain karena situasi dan kondisi batiniyah dari orang yang bermimpi. Pada umumnya makin bersih makin jernih hati orang yang bermimpi, makin dekat kepada keadaan yang sebenarnya. Ibaratnya sebagai kaca cermin, makin jelas dan makin sempurna hasil pencerminan yang diperoleh.

Masalah mimpi boleh dikatakan termasuk di dalam lingkungan metafisika termasuk perkara gaib yang sampai sekarang masih belum bisa atau memang tidak bisa diungkap secara ilmiyah, tidak terjangkau oleh pendekatan rasional seperti hanya bidang exacta. Akan tetapi sebagai umat Muhammad SAW, yang percaya dan yakin akan kebenaran sabda Rosululloh SAW, yang maksudnya kurang lebih bahwa mimpi yang baik adalah “Juz-un Min an-Nubuwwah” = bagian daripada kenabian. Maka dari itu kita harus bergembira dan wajib bersyukur kepada Alloh SWT, apabila kita bermimpi baik, dan seharusnya prihatin dan mawas diri serta banyak istighfar memohon ampunan kepada Alloh SWT. apabila kita bermimpi buruk.

(2) Cara “TA’ALLUQ MAKNAWIY” yang kedua ialah mengetrapkan dalam hati (merasa) “BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH”. Itu merupakan syuhuudul qolbi dari para Ahwaalul Kariimah. Yaitu hati senantiasa sadar dan merasa bahwa asal kejadian segala makhluq (termasuk diri kita) adalah “NUR MUHAMMAD” (SAW). Hati senantiasa merasa (kroso dalam bahasa Jawa) apa yang disabdakan di dalan hadits Qudsi :

خَلَقْتُكَ مِنْ نُوْرِيْ وَخَلَقْتُ الخَلْقَ مِنْ نُوْرِكَ.

“AKU (Alloh) menciptakan Engkau (Muhammad SAW) dari NUR-KU dan AKU menciptakan makhluq dari NUR-MU”.

Jadi hakikat asal kejadian segala makhluq adalah “NUR MUHAMMAD SAW”. Baik makhluq jenis kasar maupun yang jenis halus yang kelihatan mata dan yang tidak kelihatan mata, yang dapat diraba dan yang tidak dapat diraba, yang exacta dan yang metafisika, yang lahir dan yang batin, makhluq dunia maupun makhluq akhirat, makhluq bumi maupun makhluq langit. Segalanya itu harus disadari dan bisa terasa didalam hati pada segala saat dan keadaan. Tentang bagaimana wujudnya “NUR MUHAMMAD”, kita tidak mampu mengindera dengan khoyal, lebih-lebih dengan rasio. Yang penting harus kita yakini segala hakikat yang benar. Jadi kita berfikir, berangan-angan, kita merasakan sesuatu, merasa gembira atau merasa bersedih, begitu juga penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan lain sebagainya, itu semua berasal kejadian dari “NUR MUHAMMAD”. Itu harus kita rasa, kita latih dalam hati tidak cukup hanya dengan pengertian ilmiah saja. Sebab masalah ini adalah masalah “dzauq” masalah rasa, masalah feeling.

Untuk memudahkan pemahaman, kita memakai gambaran seperti di bawah ini. Akan tetapi harus di ingat bahwa gambaran tidak persis dengan yang digambarkan. Sebuah foto tidak persis dengan orang yang punya foto. Gambaran tersebut ialah KAIN-BENANG-KAPAS. Kain ibaratnya makhluq, benang ibaratnya Nur Muhammad dan kapas ibaratnya Nur Alloh.

Kain tersusun dari benang. Wujudnya kain sebab wujudnya benang. Tidak pernah ada ada kain yang tanpa benang. Jadi pada hakikatnya kain itu adalah benang. Kain itu sendiri tidak punya hakikat wujud. Begitu pula makhluq. Wujudnya makhluq sebab wujudnya “NUR MUHAMMAD”. 

Jadi pada hakikatnya makhluq itu adalah Nur Muhammad. Pada hakikatnya tidak satupun makhluq yang tanpa “Nur Muhammad”. Jika makhluq dihindari oleh Nur Muhammad otomatis spontan menjadi ‘adam, tidak wujud. Sekali lagi ini adalah masalah dzauq, masalah rasa tidak dapat hanya diperhitungkan atau dipertimbangkan atau dianalisa dengan rasio atau akal pikiran. 

Pengertian dan pemahaman oleh akal pikiran hanya membantu meresapnya rasa dalam hati. 

Sekali lagi, makhluq itu tidak mempunyai hakikat wujud sendiri. Wujudnya makhluq sebab diwujudkan atau sebab wujudnya Nur Muhammad. Inilah yang harus kita rasa di dalam hati !. Melihat makhluq (diri kita pun juga makhluq) harus spontan merasa NUR MUHAMMAD. Begitu juga kita mendengar, mencium, merasa dan sebagainya harus spontan merasa NUR MUHAMMAD SAW. Barang siapa tidak merasa NUR MUHAMMAD SAW, itulah orang yang terhijab. Tertutup mata hatinya. Tertutup dari kebenaran hakiki !. Jika tidak ada usaha mengadakan perbaikan untuk membuka tabir hijab dirinya, maka selamanya akan tetap terhijab dan makin tebal. Dan kelak di akhirat akan dimasukkan ke dalam “Naarul Hijaab” atau “Naarul Bu’di”- “Nerakanya jauh” dari Alloh SWT. Suatu penderitaan yang paling pedih karena tidak bisa ikut mencicipi kenikmatan “Jannatul – Qurbi”- “Surganya dekat” kepada Alloh wa Rosulihi SAW.

Semoga kita termasuk orang-orang yang memperoleh fadhol dari Alloh SWT, memperoleh syafa’at tarbiyah Rosululloh SAW. memperoleh barokah nadhroh Ghouts Haadzad Zaman RA seperti tersebut diatas.
Amiin !!

AL FAATIHAH !..

Pemahaman selanjutnya. Benang terbentuk atau terjadi dari kapas. Tanpa kapas, benang itu sendiri tidak ada, tidak wujud. Adanya benang sebab adanya kapas. Jadi hakikat wujudnya benang adalah kapas. Benang sendiri tidak mempunyai hakikat wujud. Wujudnya benang sebab wujudnya kapas. Atau sebab kapas. Begitu saja singkatnya. Begitu juga “NUR MUHAMMAD” hakikat wujud dari Nur Muhammad adalah “NUR ALLOH”. Begitu seterusnya, hakikat wujud dari pada makhluq adalah Nur Alloh. Makhluq itu sendiri tidak mempunyai sifat wujud. Yang memilki sifat wujud hanya Alloh. Sedangkan wujudnya makhluq adalah sebab diwujudkan oleh Alloh. Makhluq tidak wujud jika tidak diwujudkan oleh Alloh. Wujudnya makhluq, sebab Alloh !. Istilah dalam Wahidiyah, wujudnya makhluq itu BILLAH. ”LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLABILLAH = tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Alloh, sebab Alloh (BILLAH). Pemahaman yang lebih lengkap tentang “BILLAH” dan “BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH” periksa bab Ajaran Wahidiyah dibelakang !.

Pengertian “BILLAH” dan “BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH” harus sungguh-sungguh meresap ke dalam hati, dan diterapkan dengan rasa !. Tidak cukup dan tidak boleh hanya menjadi pengertian ilmiah saja !. Harus ditembuskan menjadi penerapan rasa dzauqiyyah !. Lebih-lebih tidak boleh hanya dipergunakan sebagai bahan percakapan, lebih-lebih lagi untuk bermujahadah dan dijadikan materi diskusi perdebatan !. Tidak boleh mengadakan pembahasan masalah ini harus disertai penerapannya di dalam hati. Hati harus terus menerus dilatih merasa BILLAH dan BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH. 

Permulaan mungkin sulit. Akan tetapi jika terus menerus dilatih dan ada perhatian dan kemauan yang sungguh-sungguh, Insya Alloh lama-lama mendapat kemajuan. Disamping melatih hati terus menerus supaya giat melakukan mujahadah Wahidiyah. Alhamdulillah dalam pengalaman banyak dikaruniai kemajuan.

Dibawah ini dinukilkan Sholawat bernadhom yang juga ditaklif oleh Hadhrotul Mukarrom Mbah Kyai Haji Abdoel Madjid Ma’roef Mu’allif Sholawat Wahidiyah, yang apabila diperbanyak, membacanya syukur dimudawamahkan atau dilestarikan disamping mujahadah Wahidiyah, alhamdulillah besar sekali manfaatnya bagi meningkatnya kesadaran BILLAH BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH.

الْحَمْـدُ للهِ الصَّـلاَةُ وَالسَّلاَمْ * عَلَيْكَ وَالآلِ أَيَاخَيْرَ الأَنَامْ

“ALHAMDU LILLAHIS SHOLAATU WAS SALAAM ‘ALAIKA WAL AALI AYAA KHOIROL ANAAM”

“Segala puji bagi Alloh : sholawat dan salam semoga senantiasa melimpah kepangkuan-Mu serta keluarga duhai (Kanjeng Nabi SAW) sebaik-baik manusia”.

رَبٌّ كَرِيْمٌ وَأَنْتَ ذُو خُلُقٍ عَظِيْم * فَاشْفَعْ لَنَا فَاشْفَعْ لَنَا عِنْدَ الْكَرِيمٌ

“ROBBUN KARIIM WA ANTA DZUU KHULQIN ‘ADHIIM FASYFA’ LANAA FASYFA’ LANAA ‘INDAL KARIIM”

“Tuhan Maha Mulia, sedangkan Engkau (Kanjeng Nabi) memiliki akhlaq yang agung. Maka syafa’atilah kami, syafa’atilah kami disisi Tuhan Yang Maha Mulia !.

يَا مَنْ بِهِ قَدْ عُـرِفَ الْخَلاَّقُ * لَوْلاَكَ مَا خُلِقَتُ الْخَلاَئِقُ

“YAA MAN BIHI QOD ’URIFAL KHOLLAAQU LAULAAKA MAA KHULIQOTIL KHOLAAIQU”

“Duhai (Kanjeng Nabi SAW) orang yang menjadi sebab dikenalnya Tuhan Maha Pencipta, sekiranya tidak karena Engkau, tidaklah segala makhluq ini diciptakan”.

Disabdakan di dalam Hadits kurang lebih :

لَوْلاَكَ لَوْلاَكَ مَا خَلَقْتُ الأَفْلاَكَ (جَامِعُ الأُصُولِ : 89).

Artinya kurang lebih :
“Jika tidak karena Engkau (Muhammad SAW), jika tidak karena Engkau, sungguh AKU tidak menciptakan cakrawala”.

مِنْ نُوْرِكَ الْخَلْقُ جَمِيْعًا خُلِقَا * وَأَنْتَ مِنْ نُوْرِ الَّذِي قَدْ خَلَقَا

“MIN NUURIKAL KHOLQU JAMII’AN KHULIQO WA ANTA MIN NUURIL LADZII QOD KHOLAQO”

“Dari Nur-Mu segala makhluq diciptakan, sedangkan Engkau diciptakan dari Nur Tuhan Yang Maha Pencipta”.

يَاخَيْرَخَلْقِ اللهِ حَقًّا أَجْمَعِيْنَ * أَنْتَ إِمَامُ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ

“YAA KHOIRO KHOLQILLAAHI HAQQON AJMA’IN ANTA IMAAMUL ANBIYA WAL MURSALIN”

“Duhai (Kanjeng Nabi SAW) sebaik-baiknya semua makhluq Alloh, sungguh benar Engkau adalah Pemimpinnya para Nabi dan para Utusan”.

يَأَيُّهَا الرَّسُوْلُ يَامُحَمَّدُ * يَاصَاحِبَ الْمَقَامِ يَامَحْمُودُ

“YAA AYYUHAR ROSUULU YAA MUHAMMADU YAA SHOHIBAL MAQOOMI YAA MAHMUUDU“

“Duhai Kanjeng Rosul, duhai Kanjeng Nabi Muhammad yang menduduki maqom (yang tinggi), duhai Kanjeng Nabi yang terpuji”.

يَأَيُّهَا الشَّفِيْعُ يَامُشَفَّعُ * كُلُّ شَفِيْعٍ هُوَ مِنْكَ يَشْفَعُ

“YAA AYYUHASY SYAFII’U YAA MUSYAFFA’U KULLU SYAFII’IN HUWA MINKA YASYFA’U.

“Duhai Kanjeng Nabi yang banyak memberi syafa’at, duhai Kanjeng Nabi yang diterima syafa’atnya, setiap yang mensyafa’ati itu dari Engkau jua dapatnya mensyafa’ati”.

يَاشَافِعَ الْخَلْقِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمْ * عَلَيْكَ نُوْرَالْخَلْقِ هَادِيَ الأَنَامْ
وَأَصْـلَهُ وَرُوْحَـهُ أَدْرِكْـنِي* فَـقَدْ ظَلَمْتُ أَبَدًا وَرَبِّـنِي
وَلَيْسَ لِي يَاسَـيِّدِي سِوَاكَ* فَإِنْ تَرُدَّ كُنْتُ شَخْصًا هَالِكًا

يَاسَـيِّدِي يَارَسُوْلَ اللهِ

-------------
انا لله وانا اليه راجعون
Kami menyampaikan duka cita yang  mendalam😭😭😭 atas wafatnya Saudara kami Alm. Kyai M. Taufik Dhofir , yang tidak mengenal lelah siang malam memperjuangkan dan mendakwahkan Sholawat Wahidiyah semasa hidupnya).
Semoga almarhum diterima Iman dan Islamnya,  diampuni segala kesalahan dan kekhilafannya, serta senantiasa ada dalam rahmat dan maghfirah Allah SWT di Alam Barzakhnya. Mendapat syafa'at Kanjeng Rasulullah SAW. Serta ada dalam barokah dan karomah Hadlrotul-Mukarrom Al-Ghouts Haadzaz-Zamaan,  waA'waanihii wasaairi Auliyaaillahi Rodhiyallohu Ta'alaa 'anhum.
Keluarga yang ditinggalkannya diberi keikhlasan, kesabaran, dan ketawakkalan.
Ahli warisnya shalihin dan shalihat.

بسم الله الرحمن الرحيم

اللهم بحق اسمك الاعظم وبجاه سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم وببركة غوث هذا الزمان واعوانه وسائر اوليائك يا الله يا الله يا الله رضي الله تعالى عنهم
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَه وَارْحَمْه وَعَافِه وَاعْفُ عَنْه وَأَكْرِمْ نُزُلَه وَوَسِّعْ مَدْخَلَه وَاغْسِلْه بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّه مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَس وَأَبْدِلْه دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِه وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِه وَزَوْجٙا خَيْرًا مِنْ زَوْجٙه وَأَدْخِلْه الْجَنَّةَ وَأَعِذْه مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَفِتْنَتِه وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ. 
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَصَغِيْرِنَا وَكَبِيْرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثاَنَا.
اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى اْلِإسْلاَمِ وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى اْلِإيْمَانِ.
اَللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرٙه وَلاَ تُضِلَّنَا بَعْدَه وَاغْفِرْ لَنَا وَلَه بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
فانك على كل شيء قدير وبالاجابة جدير
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام  على المرسلين والحمد لله ربةالعالمين
الفاتحة
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحمٰنِ الرَّحِيْم ۞ أَلحَمدُ لِلّه رَبِّ العَالَمِين ۞ ألرَّحمٰنِ الرَّحِيم ۞ مالِكِ يَوْمِ الدِين ۞ إيّاكَ نَعبُدُ وَ إيّاكَ نَستعِين ۞ إهدِنَا الصِّرَاط المُستَقِيم ۞ صِرَاطَ الَذِينَ أنعَمتَ عَليهم غَيْرِ المَغضُوبِ عَليْهِم وَلاَ الضَّالِّين ۞
آمين يا رب العالمين

MENYIBAK MAKNA MUSYAHADAH DAN MUKASYAFAH DALAM ILMU TASAWUF*_

 _*MENYIBAK MAKNA MUSYAHADAH DAN MUKASYAFAH DALAM ILMU TASAWUF*_ Assalamualaikum warahmatullahi wa Baroqatuh. Saudaraku...sebenarnya antara ...