Jumat, 18 Desember 2020

Persiapan kematian

‏‏‎
          SADAR DIRI SEBAGAI HAMBA

‏‏‎
Belakang ini hampir setiap hari kita mendengar ada berita kematian di mana-mana. Hampir setiap hari postingan berita duka wafatnya para Kyai dan Ulama' mewarnai beranda fb kita. Untuk muslimin yang telah berpulang ke hadlirat Allāh Ta'ālā, semoga mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya. Untuk kita yang masih diberi umur yang entah sampai kapan, mari kita mempersiapkan bekal.

قال القرطبي رحمه الله تعالى:
وأجمعت الأمة على أن الموت ليس له سنٌّ معلوم ، ولا زمن معلوم ، ولا مرض معلوم ، وذلك ليكون المرء على أهبة من ذلك ، مستعدًّا لذلك.
📚 التذكرة فى أحوال الموتى وأمور الآخرة ص ١٢٤ 📚

Imām Al-Qurthubiy rahimahuLlāh berkata:

"Umat Islam telah bersepakat bahwa kematian tidaklah memiliki usia, waktu, atau penyakit yang bisa diketahui. Yang demikian itu agar seseorang merasa takut dari hal itu serta mempersiapkan diri demi menyambutnya."

[ At-Tadzkirah fī Ahwāl-il Mautā wa Umūr-il Ākhirah ]

‏‏‎

Kamis, 17 Desember 2020

Sebutan Romo Kyai

241 - PERTAMA KALI PENGAMAL WAHIDIYAH YANG MEMANGGIL BELIAU DENGN SEBUTAN "ROMO YAHI" ABDUL LATIF MADJID

Setelah Mbah Yahi Abdul Madjid Ma'roef Mu'allif Sholawat Wahidiyah Qs wa Ra Ghouts Fii Zamanihi wafat, semua orang pada bingung termasuk kami (penulis), masalahnya  siapa pengganti dan penerus KEPEMIMPINAN Beliau Mbah Yahi Abdul Madjid Ma'ruf Qs wa Ra, baik kepemimpinan secara lahiriyyah maupun batiniyyah (AL-GHOUTS) sesudah Mbah Yahi Qs wa Ra wafat.

Akhirnya ketika itu, atas hasil keputusan/kesepakatan musyawarah keluarga nDalem Mbah Yahi tampuk kepemimpinan Perjuangan Wahidiyah secara umum dan Pondok Pesantren Kedunglo,  secara resmi  diserahkan kepada putra kinasih lelaki pertama Mbah Yahi Qs wa Ra yakni KH. Abdul Latif Madjid, yang dIumumkan secara resmi  dan langsung oleh Bapak AF Baderi selaku Ketua I PSW Pusat waktu itu,  sesaat sebelum pemakaman Mbah Yahi Qs wa Ra.

Walau demikian saat itu tidak sedikit orang yang belum taslim, masih meragukan kemampuan beliau bahkan tidak mau bergabung dan tidak  mau mengakui beliau sebagai pemimpin Perjuangan Wahidiyah pengganti dan penerusnya MBAH YAHI Abdul Madjid Ma'ruf  Mu'aalif Sholawat Wahidiyah QS WA RA. 

Hal ini nampak sekali dengan cara orang-orang PSW Pusat dan para pengamal wahidiyah pada umumnya memanggil beliau, yang masih memakai sebutan Gus Latif bukan sebutan penghormatan Kyai Abdul Latif Madjid atau Romo KH.  Abdul Latif Madjid.

Sementara di Kedunglo masih dalam suasana berduka dan berkabung diributkan dengan wafatnya Mbah Yahi Qs wa Ra dan masih adanya keraguan sebagian orang-orang pengamal (PERSONIL PSW  PUSAT DAN LAINNYA) terhadap kepemimpinan pengganti dan penerusnya Mbah Yahi Abdul Madjid Ma'ruf  Qs wa Ra. yakni Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra seperti yang diumumkan dan diploklamirkan tsb diatas, di Temon Karangrejo Tulungagung Mbah KH.  Abdul Madjid Ma'ruf Mu'allif Sholawat Wahidiyah Qs wa Ra yang belum lama wafat mendatangi Mbah Dimyathi secara yaqodhotan. 

Kepada Mbah Dimyathi, Mbah Yahi Qs wa Ra memberi "TUGAS BERAT AGAR MENUMPAS DAN MENGHALANGH-HALANGI ORANG-ORANG YANG AKAN MERONGRONG KEWIBAWAAN KEPEMIMPINAN ROMO YAHI ABDUL LATIF MADJID DENGAN TEMPO 15 HARI". 

Untuk melaksanakan tugas itu Mbah Dimyathi dibekali aneka macam senjata oleh Mbah Yahi Abdul Madjid Ma'ruf Mu'allif Sholawat Wahidiyah Qs wa Ra saat itu.

Setelah ada delapan jam Mbah Dimyathi berbincang-bincang dengan Mbah Yahi  Abdul Madjid Ma'ruf Qs wa Ra, Mbah Dim merasakan ada keanehan. Mbah Yahi Qs wa Ra kok tidak sholat dalam hatinya bertanya, padahal waktu dhuhur dan asar sudah terlewati. Pikir Mbah Dimyathi tanpa menyadari kalau  Mbah Yahi Qs wa Ra sebenarnya sudah wafat beberapa hari yang lalu. 

Akhirnya Mbah Dim memberanikan diri bertanya kepada Mbah Yahi Qs wa Ra : "Panjenengan apa tidak pulang Romo ?". "Tidak. Jawab Mbah Yahi. "Saya tidak pulang dulu, saya akan membetulkan lampu disini biar terang. Kamu besok  pergilah ke utara (maksudnya ke Kedunglo) matur sama Kyai Latif".

Esok paginya, Mbah Dimyathi sowan kepada Romo Yahi Latif. 
Dan saat itu juga Mbah Dim memanggil beliau dengan sebutan gelar penghormatan  "ROMO YAHI".

"BARU KAMU ORANG YANG PERTAMA KALI MEMANGGIL SAYA DENGAN SEBUTAN ROMO YAHI, BAGAAIMANA CERITANYA ?", Tanya Romo Yahi Latif minta penjelasan Mbah Dimyathi.

"Mbah Yahi saja memanggil panjenengan dengan sebutan Kyai Latif, apalagi hanya saya". Jawab Mbah Dimyathi polos n jujur, 

Yang akhirnya Mbah Dim menjelaskan secara kronologis dan lengkap rawuhnya Mbah Yahi Abdul Madjid Ma'ruf Mu'allif Sholawat Wahidiyah Qs wa Ra secara ruhani  (sepiritual) dan memberikan tugas yang diembannya dari Mbah Yahi Qs wa Ra agar matur panjenengan  yakni : 

"TUGAS BERAT AGAR MENUMPAS DAN MENGHALANG -HALANGI ORANG-ORANG (GEROMBOLAN YG MBALELO) YANG AKAN MERONGRONG KEWIBAWAAN KEPEMIMPINAN PANJENENGAN ROMO YAHI ABDUL LATIF MADJID DENGAN TEMPO 15 HARI".

Oo,  ngoten nggeh Mbah Dim, monggo  .... jawab Romo Yahi Abdul Latif Madjid Ra Pimpinan Umum Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo saat itu !.  
Yang waktu  itu beliau belom dipanggil oleh para pengamal dengan sebutan gelar penghormatan  "Kanjeng ( Sayyid ) Romo Yahi ....".

Yaa Sayyidii Yaa Ayyuhal Ghouts !.

BOGOR, 26 MEI 2014

DITULIS DAN DIPOSTING OLEH AHMAD DIMYATHI, S.Ag

Selasa, 01 Desember 2020

Mujahadah kesehatan

Kanjeng Romo Kyai Haji Abdul Latief Madjid RA Wafat

KH Abdul Latif Madjid Imam Besar Perjuangan Salawat Wahidiyah Kedunglo Kediri Wafat

KEDIRI - Di tangan pengasuh Perjuangan Salawat Wahidiyah KH Abdul Latif Madjid, wajah Pondok Pesantren Kedunglo, Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur, banyak berbenah. Untuk pertama kalinya di tahun 1998, Pondok Pesantren Kedunglo memiliki Sekolah Ilmu Ekonomi Wahidiyah. Hanya selisih empat tahun kemudian (2002), menyusul berdiri Sekolah Tinggi Ilmu Syariah.

Sebagaimana pesantren salafiyah yang hanya mengajarkan kitab kuning, sejak itu Pondok Pesantren Kedunglo praktis mempunyai kampus yang diberi nama Universitas Wahidiyah. Sebelumnya pada tahun 1990, Kiai Abdul Latif Madjid juga memprakarsai berdirinya pembangunan gedung baru SMP dan SMA. Hebatnya, biaya pembangunan yang tembus Rp1 miliar berasal dari sukarela jamaah pengamal salawat Wahidiyah.

Di era kepemimpinan Kiai Abdul Latif, pembangunan infrastruktur pendidikan di lingkungan Pondok Pesantren Kedunglo nyaris tidak berhenti. Pada tahun 1996 berdiri sekolah dasar (SD). Menyusul dua tahun kemudian atau 1998, pembukaan pesantren khusus anak-anak. Pada Senin (23/11/2020) sekitar pukul 06.30 WIB, Imam Besar Salawat Wahidiyah yang sejak tahun 1989 mengasuh Pondok Pesantren Kedunglo tersebut, tutup usia.

"Meninggal dunia pada usia 68 tahun," tutur Ketua Departemen Urusan Wilayah Perjuangan Wahidiyah, Aminudin kepada wartawan, Senin (23/11/2020). Kiai Abdul Latif merupakan putra almarhum KH Abdul Madjid Ma'roef yang wafat pada tahun 1989. Sebelum wafat di usia 71 tahun, Kiai Abdul Madjid memimpin Pondok Pesantren Kedunglo selama 34 tahun.

M. Solahudin dalam "Napak Tilas Masyayikh, Biografi 25 Pendiri Pesantren Tua di Jawa dan Madura" menyebut, Pondok Pesantren Kedunglo berdiri pada tahun 1901. Lebih tua dari Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, yang berdiri tahun 1910, dan Pondok Pesantren Ploso Kediri tahun 1924. Pendiri Pondok Pesantren Kedunglo adalah KH Mohammad Ma'roef, yakni ayah Kiai Abdul Madjid Ma'roef atau kakek almarhum Kiai Abdul Latif Madjid.

Kiai Mohammad Ma'roef merupakan santri KH Sholeh Darat Semarang. KH Sholeh Darat tidak lain guru Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari, KH Ahmad Dahlan dan RA Kartini. Di masa mudanya Kiai Mohammad Ma'roef juga pernah berguru kepada KH Syaikhona Cholil, Bangkalan, Madura dan di Pondok Pesantren Langitan Tuban. Setelah menikahi nyai Umi Hasanah, putri Kiai Sholeh Banjarmlati, Kediri, Kiai Mohamad Ma'roef mendirikan Pondok Pesantren Kedunglo, Kediri.

Nama Kedunglo konon merujuk pada kawasan pondok yang dulunya berupa rawa (Kedung) yang banyak tumbuh tanaman Elo atau Lo atau Ara (Ficus Racemosa) yang berbatang besar. Saudara kandung istri Kiai Ma'roef (Nyai Umi Hasanah), yakni nyai Dlomroh dinikahi Kiai Abdul Karim alias Mbah Manab yang kemudian mendirikan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.

Di masa kepemimpinan Kiai Abdul Madjid Ma'roef, yakni tepatnya tahun 1963 santri Kedunglo mulai mengamalkan salawat Wahidiyah. Salawat Wahidiyah yang isinya ditujukan kepada Nabi Muhammad dan diucapkan dengan suara keras serta cucuran air mata, merupakan hasil karangan Kiai Madjid. Karenanya di lingkungan pengamal salawat Wahidiyah Kiai Abdul Madjid Ma'roef disebut sebagai muallif (pengarang).

Di era Kiai Abdul Madjid Ma'roef juga Pondok Pesantren Kedunglo Kediri mulai menerima banyak santri yang sebelumnya di era Kiai Mohammad Ma'roef maksimal hanya 40 santri. Sepeninggal Kiai Abdul Madjid Ma'roef, kepemimpinan perjuangan mengamalkan salawat Wahidiyah dilanjutkan Kiai Abdul Latif Madjid. Pada tahun 1997, Kiai Abdul Latif melegalkan Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Ponpes Kedunglo.

Sejak itu keberadaan Perjuangan Salawat Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo diakui secara hukum. Kiai Abdul Latif juga mendirikan sebelas departemen yang bertugas menyiarkan salawat Wahidiyah melalui cabang yang tersebar di Indonesia.

Menurut Aminudin, almarhum Kiai Abdul Latif Madjid tidak memiliki penyakit khusus yang menyebabkanya wafat. Satu-satunya yang dikeluhkan hanyalah penyakit syaraf yang sayangnya tidak ada penjelasan lebih jauh. "Beliau tidak ada penyakit yang berat," terang Aminudin.

Dalam kesempatan itu Aminudin juga bercerita, pada hari hari menjelang Kiai Abdul Latif Madjid wafat, dirinya kerap dipanggil untuk diajak berbincang. Banyak yang dibicarakan. Salah satunya berbincang mengenai pengganti setelah dirinya wafat nanti. "Banyak hal yang didawuhkan. Terutama mempersiapkan penerus beliau, setelah beliau wafat," kata Aminudin.

Almarhum Kiai Abdul Latif Madjid meninggalkan tiga putra dan satu putri. Dalam kesempatan itu Aminudin juga menyampaikan pesan kepada para pentakziah yang datang untuk mematuhi protokol kesehatan. Bagi jamaah salawat Wahidiyah dari luar kota, diminta menunggu aba-aba dari pengurus. "Kalau memang nanti tidak diizinkan dengan alasan protokol kesehatan, diharapkan juga tidak memaksa datang," pungkas Aminudin.

MENYIBAK MAKNA MUSYAHADAH DAN MUKASYAFAH DALAM ILMU TASAWUF*_

 _*MENYIBAK MAKNA MUSYAHADAH DAN MUKASYAFAH DALAM ILMU TASAWUF*_ Assalamualaikum warahmatullahi wa Baroqatuh. Saudaraku...sebenarnya antara ...